Kamis, 27 Agustus 2009

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh:
Elfi Herawati Sitompul
(Guru SMKN Lebong Tengah Kabupaten Lebong Bengkulu)

ABSTRACT
The purpose of this research is to describe about the implementation of creative problem solving management based on technology to increase the mathematic subject in teaching learning process at Vocational High School Lebong Tengah. The method of this research was An Action Research. The main subject of this research is all students in the TIK third class at Vocational High School Lebong Tengah which consist of twenty seven students. While the support subject in this research is the teachers who’s teaching in the third class of TIK program at Vocational High School Lebong Tengah. The data collected in this research analyzed with observation technique, test technique, and documentation technique. The general result of this research showed that the implementation management of creative problem solving based on technology could be increased the qualities and the results of the mathematic teaching learning process for the third class TIK program at Vocational High School Lebong Tengah.
Keyword: Implementation management, Creative Problem Solving, Technology, teaching learning process.

A. PENDAHULUAN
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Pelajaran matematika sampai saat ini terkesan sebagai mata pelajaran yang sangat sulit dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Nilai matematika juga menyebabkan siswa-siswi banyak tidak lulus UN. SMK N Lebong Tengah sudah dua kali mengikuti UN dan hasilnya belum dapat mencapai 50% kelulusan, dikarenakan nilai matematika siswa-siswi SMKN Lebong Tengah rendah. Untuk memudahkan pemahaman siswa dalam pemahaman pelajaran matematika diperlukan suatu model pembelajaran yang terbaru bagi siswa seperti model pembelajaran creative problem solving. Menurut Karen dalam Cahyono (2007: 3), langkah-langkah creative problem solving dalam pembelajaran matematika sebagai berikut: pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penjelasan yang diharapkan; siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah; setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah; kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.

Pertama kali yang harus dilakukan dalam melatih murid dalam menyelsaikan masalah adalah menyiapkan kondisi yang sesuai (kondusif) di dalam kelas. Menurut Danim (2002:167) juga menyebutkan bahwa manajemen kelas adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru, baik individual maupun dengan atau melalui orang lain (semisal bekerja dengan sejawat atau siswa sendiri) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Agar evaluasi hasil belajar peserta didik mencapai tujuan, maka peran guru harus mengetahui masalah belajar peserta didik, karena masalah belajar adalah masalahnya setiap orang. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya masalah belajar yaitu karena alasan historis dan alasan literer.

Seorang guru pada saat mengajar akan menerapkan berbagai teknik-teknik pengelolaan kelas dengan tujuan agar siswa dapat menerima pelajaran dengan baik. Ada banyak model atau system manajemen kelas dan beratus-ratus teknik di dalamnya untuk meningkatkan perilaku positif peserta didik. Kebanyakan teknik-teknik ini akan efektif pada suatu situasi namun tidak pada situasi yang lain, efektif untuk sejumlah peserta didik tetapi tidak untuk peserta didik yang lain, dan efektif untuk beberapa guru namun tidak efektif untuk guru yang lain. Karena setiap teknik didasarkan secara mutlak atau tegas pada sejumlah sistem yang dipercaya mengenai bagaimana manusia berperilaku dan mengapa, guru kelas harus menemukan bentuk asli dari manajemen kelas yang sesuai dengan keyakinannya dan menggunakannya pada keadaan yang cocok (Levin dan Nolan, 2000: 73).
Permasalahan umum penelitian adalah: Apakah implementasi creative problem solving berbasis teknologi dapat meningkatkan proses pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah?

Secara Khusus rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah implementasi creative problem solving berbasis teknologi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah?
Apakah implementasi creative problem solving berbasis teknologi dapat meningkatkan hasil pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah?
Tujuan umum penelitian ini untuk meningkatkan proses pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah melalui implementasi pengelolaan creative problem solving berbasis teknologi.

Secara khusus tujuan penelitian adalah:
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah melalui implementasi pengelolaan creative problem solving berbasis teknologi.
Untuk meningkatkan hasil pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah melalui implementasi pengelolaan creative problem solving berbasis teknologi.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian tindakan (action research). Menurut Arikunto (2006: 93), penelitian tindakan dilakukan untuk meningkatkan efektivitas metode mengajar, pemberian tugas kepada siswa, penilaian dan lain sebagainya. Keunggulan penelitian ini adalah karena guru diikutsertakan dalam penelitian sebagai subjek yang melaksanakan tindakan, yang diamati, sekaligus yang diminta untuk merefleksikan hasil pengalaman selama melakukan tindakan, tentu lama kelamaan akan terjadi perubahan dalam diri mereka suatu kebiasaan untuk mengevaluasi diri. Menurut Wardani, dkk (2002: 24), penelitian Tindakan yang dilakukan dengan proses yang dinamis terdiri atas empat kegiatan dalam spiral yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
Subyek penelitian adalah siswa kelas III jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) SMKN Lebong Tengah dengan jumlah siswa dua puluh tujuh siswa, jumlah siswa laki-laki sebelas siswa dan jumlah siswa perempuan enam belas siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: dokumentasi, tes, pengamatan/observasi. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan uji tes (t-test). Hasil pengamatan pada kualitas pembelajaran adalah penilaian minat siswa, indikator sikap siswa, hasil observasi guru, dan penilaian konsep diri siswa, sedangkan hasil pengamatan pada hasil pembelajaran adalah nilai-nilai belajar siswa.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan temuan penelitian dengan model pembelajaran creative problem solving adalah :
Pertama, pada siklus satu, hasil minat belajar siswa dengan creative problem solving diperoleh nilai rata-ratanya 30,8, artinya siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah berminat dalam pelajaran matematika (25-32 adalah nilai berminat). Pada siklus dua hasil minat belajar siswa adalah 35,1 artinya siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah sangat berminat dalam pelajaran matematika (33-40 adalah nilai sangat berminat). Pada siklus ketiga, hasil minat belajar siswa adalah 36,6 artinya siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah sangat berminat dalam pelajaran matematika (33-40 adalah nilai sangat berminat).

Kedua, pada siklus satu, hasil indikator sikap pada siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah terdiri dari: ketekunan belajar siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerajinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 85%; tenggang rasa siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kedisiplinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerjasama siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; ramah dengan teman, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; hormat pada guru, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 60%; kejujuran siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kepedulian siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; tanggung jawab siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%. Pada siklus kedua, indikator sikap siswa adalah nilai 84%; kerajinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 85%; tenggang rasa siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; kedisiplinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerjasama siswa kelas III TIK memperoleh nilai 82%; ramah dengan teman, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 78%; hormat pada guru, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 66%; kejujuran siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kepedulian siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; tanggung jawab siswa kelas III TIK memperoleh nilai 74%. Pada siklus ketiga, hasil indikator sikap siswa terdiri dari: ketekunan belajar siswa kelas III TIK memperoleh nilai 86%; kerajinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 85%; tenggang rasa siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; kedisiplinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerjasama siswa kelas III TIK memperoleh nilai 83%; ramah dengan teman, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; hormat pada guru, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; kejujuran siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kepedulian siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; tanggung jawab siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%.

Ketiga, pada siklus satu, hasil observasi guru adalah respon siswa saat mengetahui model creative problem solving penasaran karena baru pertama kali siswa mengetahui model tersebut; keaktifan siswa saat guru menjelaskan masalah yang akan dibahas juga biasa aja, karena mereka kesulitan untuk mencari solusinya; pada siklus satu ini guru tidak melayani pertanyaan-pertanyaan siswa tetapi memberikan kebebasan untuk belajar sendiri baik dengan CD interaktif, modul maupun dengan kawan kelompoknya. Pada siklus kedua, hasil observasi guru adalah respon siswa senang saat mengetahui model creative problem solving, walaupun belum sepenuhnya bisa membantu mereka untuk belajar sendiri; kesiapan siswa juga sudah berubah dibandingkan dengan siklus pertama dimana sekarang mereka tidak sabar untuk memulai pelajaran, ini terlihat dari wajah mereka yang senyum dan ada yang langsung buat kelompok belajar; kini siswa sudah aktif saat guru menjelaskan masalah yang akan dibahas, karena sudah banyak yang mau bertanya; siswa kreatif untuk mencari solusi dari soal-soal yang diberikan, terlihat siswa banyak membaca buku-buku, modul, LKS dan ada yang senang belajar dengan CD interaktif;dan siswa sangat senang saat menemukan informasi dari pemecahan masalah dan siswa juga sudah aktif menanyakan letak kesalahan mereka kepada guru jika ada hasil mereka disalahkan. pada siklus ketiga, siswa sudah mudah memahami materi pelajaran dengan model creative problem solving berbasis teknologi, hal ini terlihat siswa belajar sendiri untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru dan guru tidak banyak menjelaskan materi pembelajaran; satu kelompok memberikan beberapa pendapat mereka pada kawan sekelompok mereka agar mereka menentukan jawaban mana yang akan mereka kumpulkan kepada guru; siswa sudah bisa mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan strategi dari pemecahan masalah; siswa bisa menjawab soal-soal yang diberikan guru waluapun belum semua siswa menjawab seratus persen benar.

Keempat, pada siklus satu, hasil belajar siswa adalah rata-rata nilai matematika yang diperoleh siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah adalah 60,93. Pada siklus kedua, hasil belajar siswa adalah Rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus kedua ini adalah 85,19. Pada siklus ketiga, hasil belajar siswa tidak jauh berbeda antara siklus tiga dengan siklus dua yaitu 86.73 dengan 85.19, sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan ke siklus berikutnya.

2. Pembahasan
Hasil pengamatan peneliti terdiri dari penilaian minat siswa saat belajar, penilaian indikator sikap siswa saat belajar dan penilaian konsep diri siswa saat belajar di kelas III TIK SMKN Lebong Tengah. Penilaian minat siswa bertujuan untuk mengetahui sampai dimana keinginan siswa untuk belajar belajar sehingga guru lebih mudah memberikan pelajaran, adapun tujuan indikator sikap siswa saat belajar bertujuan untuk mengetahui tingkah laku siswa saat menerima pelajaran dari guru, dan tujuan dari konsep diri siswa saat belajar, untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan oleh siswa saat guru memberikan pelajaran. Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan. Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yanng dipelajari dapat dipahami, sehingga siswa dapat melakukan sesuatu sebelumnya tidak dapat dilakukan. Selain minat siswa, sikap siswa perlu diketahui karena perubahan kelakuan meliputi seluruh pribadi siswa, baik kognitif, psikomotor maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami apa yang ada di lingkungan secara berkelompok.

Minat siswa pada siklus satu diperoleh nilai rata-rata dari 27 siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah 30,8 yang artinya siswa tersebut berminat pada pelajaran matematika. Untuk siklus ke dua dan ke tiga siswa sangat berminat dalam belajar matematika dengan nilai rata-rata 35,1 dan 36,6. Siswa sudah mulai senang belajar sendiri setelah belajar model pembelajaran creative problem solving, hal ini dapat dilihat siswa sering ke perpustakaan untuk belajar, ada juga siswa yang asik dengan diskusi, dan ada siswa yang bertanya langsung ke guru apa yang belum dia mengerti baik pada jam pelajaran matematika maupun di luar jam pelajaran seperti waktu istirahat. Menurut Wijaya (1999: 20), apabila tidak ada minat maka ciri-ciri siswa dalam belajar adalah sebagai berikut: mereka akan lamban di dalam mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi di lingkungan; mereka jarang mengajukan pertanyaan dan kurang keinginan untuk mengikuti jawabannya; mereka kurang memperlihatkan dan bahkan tidak menaruh perhatian terhadap apa dan bagaimana pekerjaan itu dikerjakan; mereka banyak menggunaka daya ingatan (hapalan) daripada logika (reasoning); mereka tidak dapat menggunakan cara-cara menghubungkan bagian pengetahuan dengan pengetahuan lainnya dalam berpikir; mereka kurang lancar, tidak jelas dan tidak tepat dalam menggunakan bahasa; mereka banyak tergantung pada guru dan orang tua di dalam membuktikan ilmu pengetahuan; mereka sangat lamban di dalam memahami konsep-konsep abstrak.
Penilai indikator sikap siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah saat belajar adalah: pada siklus satu indikator sikap kerajinan memiliki nilai tertinggi yaitu 85%, ketekunan belajar 80% dan kedisiplinan 80%, dan nilai terendah terdapat pada indikator sikap hormat pada guru. Pada siklus kedua indikator sikap kerajinan 85%, ketekunan belajar 84%, kerjasama 82% dan kedisiplinan siswa 80%, indikator sikap terendah terdapat pada indikator sikap hormat pada guru. Untuk siklus ke tiga nilai indikator sikap tertinggi adalah ketekunan belajar 86%, kerajinan 85%, kerjasama 83%, kedisiplinan 80%, kepedulian 80%, dan tanggung jawab 80%, sedangkan nilai terendah tidak lagi terdapat pada hormat guru tetapi pada kejujuran 75%. Indikator sikap ketekunan belajar, kerajinan, kerjasama, kedisiplinan, kepedulian, dan tanggung jawab, memang sudah terlihat langsung saat proses belajar mengajar baik di laboratorium komputer maupun di kelas. Siswa sudah aktif membaca buku modul, LKS dan ada juga yang belajar dengan CD interaktif. Selama belajar mereka bersama-sama bekerja untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru, tidak ada satu siswapun yang keluar masuk kelas karena menurut mereka waktu sangat beharga untuk mengumpulkan hasil kerja mereka. Sedangkan indikator sikap hormat pada guru memiliki nilai terendah dikarenakan siswa diberikan kebebasan untuk memperoleh hasil soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga mereka asyik berdiskusi, ada juga diskusi antar kelompok dan ada juga yang saling tukar buku antar kelompok.
Pertama kali yang harus dilakukan dalam melatih murid dalam menyelsaikan masalah adalah menyiapkan kondisi yang sesuai (kondusif) di dalam kelas. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: yakinkan murid untuk berani mengatakan secara jelas dan terbuka perasaan dan emosi mereka; menciptakan suasana menyenangkan dan kepercayaan antar murid; guru menanyakan keadaan dan perasaan murid saat mereka di dalam kelas; guru menanyakan hal yang mungkin bisa memperbaiki perasaan mereka; guru memberi murid kekuasaan atas masalah mereka sendiri, yang harus diingat guru adalah bahwa jika kelas gaduh, berarti itu menandakan bahwa pikiran murid sedang tegang, sehingga guru harus membantu murid agar bisa tenang dan santai; setelah persiapan ini guru menyampaikan materi pelajarannya.
Hasil penelitian Nani Zulhani yang berjudul “Pengelolaan Kelas oleh Guru Matematika (Studi deskriptif kualitatif di SMPN 4 dan SMPN 15 Kota Bengkulu)” pada tahun 2008, menunjukkan bahwa: (1) keterampilan pengelolaan kelas yang dimiliki oleh guru yang dilakukan dengan pendekatan-pendekatan untuk mengenali siswanya ternyata dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar matematika, dan (2) pembelajaran yang dilaksanakan kurang berhasil dapat disebabkan karena guru kurang memahami hakekat pengelolaan kelas sebagai salah satu kemampuan penting yang harus dikuasai dalam pembelajaran.
Mutu pendidikan akan dapat ditingkatkan dan ditangani secara efisien artinya berbagai sumber yang mempengaruhi terjadinya proses pendidikan perlu ditangani secara jelas, terkendali dan terarah. Kurikulum diarahkan dan dirinci, guru dipersiapkan dan ditugaskan, sarana dan dana pendidikan diprogramkan secara efisien (Tilaar, 2003: 22). Menurut Rachman (1998: 96), beberapa langkah yang dapat dilaksanakan guru dalam tindakan pencegahan, antara lain: peningkatan kesadaran diri sebagai guru, peningkatan kesadaran peserta didik, sikap polos dan tulus dari guru, mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan, menciptakan kontrak sosial. Peningkatan kesadaran diri sebagai guru, sehinggga kesadaran tersebut akan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang terlihat pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis, dan berwibawa. Sikap guru yang seperti itu akan menumbuhkan tanggapan yang positif dari peserta didik. Peningkatan kesadaran peserta didik, yaitu guru juga berkewajiban mendorong peserta didik untuk meningkatkan kesadaran mereka sebagai siswa, antara lain dengan memberitahukan akan hak dan kewajiban sebagai peserta didik, memperhatikan kebutuhan, keinginan, dan dorongan para peserta didik, menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.
Pembelajaran matematika dengan model creative problem solving menunjukkan hasil yang berbeda antara nilai sebelum dilakukan penelitian terhadap siklus satu, begitu juga antara siklus satu dengan siklus dua dan tidak jauh berbeda hasil antara siklus dua dengan siklus tiga.
Guru telah melaksanakan aktivitas dalam proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi. Rata-rata nilai siswa dalam proses pembelajaran pada siklus III sebesar 86.73, hal ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi sudah meningkat. Jika dilihat rata-rata keaktifan siswa dari tiap-tiap pertemuan, menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa dari yang semula rata-ratanya 60.93 menjadi 86.73 pada pertemuan terakhir. Dalam proses pembelajaran menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi siswa terampil dalam melaksanakan proses-proses pembelajaran.
Hasil rata-rata nilai siswa yang diperoleh pada siklus satu, dua, dan tiga dapat dianalisis dengan uji t, cara analisis uji t dikelompokkan menjadi siklus satu dengan siklus dua, siklus satu dengan siklus tiga dan siklus dua dengan siklus tiga. Hasil analisis uji t ini dapat dijelaskan sebagai berikut: perbedaan rata-rata antara siklus satu dan siklus dua digunakan uji t, dengan perhitungan, pada siklus satu nilai sig. = 0,00 < 5% artinya hasil belajar antara siklus satu dan siklus dua berbeda. Selanjutnya nilai rata-rata skor siklus satu = 60.9263 dengan t = 30.258, nilai rata-rata siklus dua = 85.1859 dengan t = 33.871. Perbedaan nilai rata-rata pada siklus satu dengan siklus dua jauh berbeda, maka dilanjutkan ke siklus tiga.
Perhitungan antara siklus satu dengan siklus tiga adalah perbedaan rata-rata antara kelompok pada siklus satu dan tiga digunakan uji t, dengan perhitungan, pada siklus satu nilai sig. = 0,00 < 5% artinya hasil belajar antara siklus satu dan siklus tiga berbeda. Pada kelompok kolom nilai sig. = 0,000 < 5% artinya siklus satu dan siklus tiga terdapat perbedaan. Selanjutnya nilai rata-rata skor siklus satu = 60,9263 dengan t = 30,258, nilai rata-rata siklus tiga = 86,7274 dengan t = 57.196. Analisis uji t antara siklus dua dengan siklus tiga adalah perbedaan rata-rata antara siklus dua dan siklus tiga digunakan uji t, dengan perhitungan, pada siklus dua nilai sig. = 0,00 < 5% artinya hasil belajar antara siklus dua dan siklus tiga berbeda. Selanjutnya nilai rata-rata skor siklus dua = 85.1859 dengan t = 33.871, nilai rata-rata siklus tiga = 86,7274 dengan t = 57.196. Perbedaan nilai rata-rata pada siklus dua dengan siklus tiga tidak jauh berbeda maka penelitian tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Proses pembelajaran matematika pada pokok bahasan statistik dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi antara antara siklus satu dengan siklus tiga, dan siklus tiga tidak jauh berbeda dengan siklus dua. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh ketrampilan proses terhadap hasil belajar yang sangat kuat atau Ho ditolak artinya terdapat pengaruh antara ketrampilan proses dengan hasil belajar. Berdasarkan perhitungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara proses belajar siswa dengan hasil belajar adalah sangat kuat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siswa telah menguasai materi karena telah mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi dapat mencapai tujuan pembelajaran (mencapai ketuntasan belajar).

D. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diperoleh simpulan yang dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, terdapat peningkatan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah dengan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi (CPSbt). Ini terlihat semakin tinggi kualitas siswa saat belajar, maka akan semakin bagus model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi. Kedua, terdapat peningkatan hasil pembelajaran matematika pada kelas III TIK SMKN Lebong Tengah dengan model CPSbt. Ini menunjukkan bahwa makin tinggi hasil pembelajaran matematika, maka makin bagus model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi untuk siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, kiranya perlu memberikan saran-saran kepada pihak sekolah seperti guru dan kepala sekolah maupun peneliti lain demi peningkatan kualitas dan hasil pembelajaaran matematika dengan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi.
a. Bagi guru : model pembelajaran creative problem solving Berbasis Teknologi dapat digunakan sebagai alternatife dalam pembelajaran matematika khususnya materi statistika kelas III TIK SMKN Lebong Tengah. CPSbT merupakan model pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu para guru matematika diharapkan dapat menerapkan dalam pembelajaran matematika, khususnya pokok bahasan statistika kelas III TIK SMKN Lebong Tengah. Guru hendaknya meningkatkan ketrampilan proses dan keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat maksimal. Para guru dapat mengembangkan perangkat pembelajaran yang serupa untuk pokok bahasan lain, bahkan para guru dapat mengembangkan untuk model pembelajaran yang lain.
b. Bagi kepala sekolah: bagi kepala sekolah dapat mendukung dan memotivasi guru-guru yang menerapkan model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran siswa.
c. Bagi peneliti lain : para peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini lebih mendetail baik pada mata pelajaran matematika atau mata pelajaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Cahyono, N.A. 2007. Pengembangan Model Creative Problem Solving Berbasis Teknologi dalam Pembelajaran Matematika di SMA. http://adi-negara.blogspot.com/

Danim, S. 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia.

Levin, James dan F. Nolan. James. 2000. Principles of Classroom Management. A Professional Decision Making Model. USA. A Pearson Education Company.

Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta. DEPDIKBUD DIRJEN DIKTI.

Tilaar, R.A.H. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Wardani, dkk. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Universitas Terbuka.

Wijaya, C.H. 1999. Pendidikan Remedial. Bandung. Remaja Rosdakarya.




Tidak ada komentar: