Kamis, 27 Agustus 2009

Pengelolaan Kelas Berbasis Lingkungan untuk Peningkatan Keaktifan dan

Pengelolaan Kelas Berbasis Lingkungan untuk Peningkatan Keaktifan dan
Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Teknologi Benih
(Penelitian Tindakan di Kelas II BTN SMKN Lebong Tengah)

Oleh:
Sisvi Herawaty
(Guru SMKN Lebong Tengah Kabupaten Lebong)

ABSTRACT
The Purpose this research is to improve activity and result student in teaching learning procest of seed technology subject in the pre-activity, while and post-activity. This reseach use action reseach with doing three cycle reseach. Every cycly have, planning, doing action, supervision and reflection. In the final cycle and after the result data we can get conclusion : with class management based on environment can improve student activity in the pre-activity, while and post-activity, and can increase the result from student learning. Based on this research, the while activity with doing class management based on environment can increase student activity and the result can be batter.
Key word : Class Management, Environment, Activity and Result Student in Teaching Learning

A. PENDAHULUAN
Secara umum tugas guru dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai fasilitator, yang bertugas menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada diri siswa. Dua tugas yang harus dilaksanakan guru dalam kegiatan pembelajaran yang efektif adalah sebagai pengelola pembelajaran (instructor/pengajar) dan sebagai pengelolaan kelas (manager). Sebagai pengelola pembelajaran guru bertugas untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Sedangkan sebagai pengelola kelas, guru bertugas untuk menciptakan situasi kelas yang memungkinkan terjadinya pembelajaran yang efektif (Suciati, 2002: 5.17)

Kegiatan pembelajaran tidak lepas dari pengaruh dari dalam maupun pengaruh luar pribadi individu, salah satunya adalah lingkungan. Menurut Hamalik (2003: 49) perkembangan tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan, ditambahkan pula menurut Ratey dalam Rahmat (2005: 171) ternyata Gen merupakan batu bata untuk membangun otak dan lingkungan adalah arsiteknya. Struktur otak dapat di ubah jika secara sistematis dapat memodifikasi lingkungan (Rahmat, 2005: 177). Lingkungan dapat membentuk tingkah laku dan pengetahuan anak. Anak-anak belajar dari lingkungan dan anak-anak belajar dari hal-hal yang ada di sekeliling mereka. (Severe, 2001: 26). Jadi jelas lingkungan memiliki andil yang besar untuk membentuk tingkah laku seseorang dan belajar merupakan perbuatan yang sangat kompleks, proses yang berlangsung dalam otak manusia. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan. Pengalaman dan pelatihan itu terjadi melalui interaksi antara individu dan lingkungannya (Ahmadi dan Prasetya, 1997:121). Lingkungan memiliki arti yang luas tetapi lingkungan dapat dimodifikasi untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan (Ahmadi dan Prasetya, 1997: 33).

Permasalahan unum penelitian ini adalah apakah pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Teknologi Benih di kelas II Budidaya Tanaman SMKN Lebong Tengah?
Secara khusus pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Apakah pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih pada kegiatan pembukaan pembelajaran?
2. Apakah pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih pada kegiatan inti pembelajaran?
3. Apakah pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih pada kegiatan penutup pembelajaran?
4. Apakah pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran teknologi benih?

Tujuan umum penelitian ini untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Teknologi Benih dengan pengelolaan kelas berbasis lingkungan. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih dengan pengelolaan kelas berbasis lingkungan pada kegiatan pembukaan pembelajaran.
2. Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih dengan pengelolaan kelas berbasis lingkungan pada kegiatan inti pembelajaran.
3. Untuk meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih dengan pengelolaan kelas berbasis lingkungan pada kegiatan penutup pembelajaran.
4. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan pengelolaan kelas berbasis lingkungan.

B. METODE
Penelitian ini adalah penelitian tindakan dengan pertimbangan, (1) Penelitian tindakan merupakan satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang dilakukan melalui refleksi diri. (2) Penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat di dalamnya yaitu situasi yang diteliti (guru, siswa atau kepala sekolah). (3) Penelitian tindakan dilakukan dalam situasi sosial, termasuk pendidikan. (4) tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki dasar pemikiran dan kepantasan dari praktek-praktek, pemahaman terhadap praktek tersebut, serta situasi atau lembaga tempat praktek tersebut dilaksanakan (Wardani, dkk, 2002: 1.4).
Subyek utama adalah siswa kelas II jurusan Budidaya Tanaman SMKN Lebong Tengah. Teknik pengupulan data dan pengembangan instrumen yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi dan catatan harian kemudian data pada penelitian ini dianalisis secara kualitatif.
Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakan tiga siklus yang masing-masing siklus terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi sarta refleksi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Siklus pertama. keaktifan siswa pada mata pelajaran teknologi benih dengan dilakukan pengelolaan kelas berbasis lingkungan pada kegiatan pembuka pembelajaran dapat ditingkatkan, kehadiran siswa meningkat menjadi 80% siswa, datang terlambat 5% karena pada kegiatan inti siswa yang hadir menjadi 85%, tetapi siswa yang berada di dalam kelas kelas pada kegiatan penutup menjadi 82%, yang artinya ada 3% siswa yang berada di luar kelas pada saat kegiatan penutup dilakukan. Kegiatan keluar masuk kelas siswa terjadi penurunan dibandingkan dengan penelitan awal tapi, tetap lebih banyak dilakukan pada saat kegiatan inti pembelajaran berlangsung yaitu 25% dilakukan pada kegiatan pembukaan, 30 % pada kegiata inti dan 25% dilakukan pada kegiatan penutup. Ciri keaktifan yang tampak pada siklus ini terdapat perubahan yang cukup besar dimana pada masing-masing kegiatan pembelajaran menunjukkan hampir 50% ciri keaktifan berhasil ditunjukkan oleh siswa.

(2) Siklus kedua. peningkatan kehadiran siswa yang mengikuti pembelajaran dimana terlihat jumlah kehadiran siswa pada kegiatan pembuka adalah 91%, siswa yang datang terlambat masih ada, terlihat dari jumlah siswa yang mengikuti kegiatan inti menjadi 98%. Pada kegiatan penutup tetap 98% yang artinya sejak kegiatan inti sampai pada kegiatan akhir siswa yang hadir tetap 98%. Frekuensi keluar masuk kelas tetap ada, tetapi untuk ketiga kegiatan pembelajaran masing-masing hanya 10% siswa yang melakukan dan pada kegiatan penutup biasanya hanya butuh waktu 10 sampai 15 menit, 10% siswa yang keluar masuk hanya dilakukan untuk kegiatan yang tidak butuh waktu lama. Hal ini terlihat pada akhir kegiatan penutup jumlah siswa tetap sama seperti kegiatan inti. Artinya 10% kegiatan keluar masuk tidak dilakukan siswa pada menit-menit terakhir pembelajaran. kehadiran siswa pada kegiatan pembuka 97% dengan tetap ada siswa yang datang terlambat, yang terlihat dengan jumlah kehadiran siswa menjadi 100% pada kegiatan inti.

(3) Pada siklus ketiga yang dilakukan untuk tiga kali pertemuan ternyata kehadiran siswa mencapai 100% yang artinya semua siswa berada di kelas dan tidak ada siswa yang tidak datang. Frekuensi keluar masuk kelas adalah 0%, yang artinya tidak ada siswa yang melakukan kegiatan hilir mudik, permisi sebentar, buang air kecil/besar, berhasil dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung. Ciri keaktifan yang muncul mencapai indikator yang diinginkan yaitu, ciri keaktifan yang muncul adalah 80% dan dilakukan minimal oleh 80% siswa yang hadir.

(4) Hasil belajar pada siklus I, nilai ulangan harian, pekerjaan rumah dan ulagan lisan rata-rata 65, dan nilai kerja kelompok rata-rata 70. Siklus ke II terjadi peningkatan walaupun sedikit dimana 80% mendapatkan nilai ujian 68, nilai pekerjaan rumah tetap 65, ulangan lisan 66 dan nilai kerja kelompok meningkat menjadi 75. Pada siklus ke III indikator pencapaian hasil belajar telah diperoleh dimana minimal 80% siswa memiliki nilai rata-rata 70. Hal ini terlihat dari hasil ulangan harian siswa mendapat nilai 72, nilai pekerjaan rumah 70, nilai ulangan lisan 70 dan nilai kerja kelompok menjadi 80.

2. Pembahasan
Pengelolaan kelas dilakukan dengan memodifikasi lingkungan fisik kelas baik didalam maupun diluar kelas untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang beragam baik untuk kegiatan pembukaan, inti dan penutup dapat merangsang siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Komitmen dan kerja sama yang terjalin baik antara siswa dan guru dapat mengurangi tindakan negative siswa serta teknik pendisiplinan yang tepat dapat membantu meningkatkan mutu pembelajaran.

Pembahasan hasil penelitian yaitu: Pertama, Pembelajaran dilakukan menggunakan media pembelajaran berupa benih tanaman dan metode pembelajaran yang beragam. Pembelajaran dilakukan dengan melaksanakan kegiatan pembuka, inti, dan penutup. Kegiatan pembuka merupakan kegiatan ringan yang merangsang siswa agar tumbuh motivasi dan dapat pula berupa rangsangan yang diberikan sebelum masuk kepada materi inti pembelajaran sebenarnya. Setelah daya fikir siswa terangsang dan ditambah dengan rasa penasaran akan materi pembelajaran, barulah guru menyampaikan materi yang biasanya dilakukan dengan metode-metode tertentu. Dengan pembelajaran inti tadi, pertanyaan-pertanyaan yang mungkin uncul dibenak siswa dapat terjawab dan mungkin mereka akan melakukan kegiatan lebih lanjut misal, dengan bertanya, membuat jawaban sendiri atau dengan berdiskusi dengan teman. Pada kegiatan penutup biasanya berupa kegiatan penurunan tetapi tidak kalah penting dimana kegiatan ini dapat berupa penyatuan pemahaman antara guru dan siswa, pemberian tugas yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih lagi.

Hal ini sejalan dengan pendapat Situmorang dan Sinaga, (2008: 2), dimana penggunaan media pembelajaran dapat menunjukkan konsep ilmu yang sistematis, yaitu mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman satu topik pelajaran. Untuk dapat mengajar dengan efektif seorang guru harus banyak menggunakan metode, sementara metode dan sumber itu sendiri terdiri atas media dan sumber pengajaran (Suryosubroto, 1997: 1).

Kedua, tiga siklus yang telah dilaksanakan melalui pendekatan dengan menciptakan lingkungan yang baik, bersih, materi disajikan dengan merangsang, media pembelajaran yang sesuai dan guru yang berfungsi sebagai motivator dapat meningkatkan kehadiran siswa dan rasa ingin tahu yang cukup besar, terbukti dengan berkurangnya bahkan tidak ada siswa yang terlambat pada siklus ketiga. Pada siklus ketiga juga tidak ada siswa yang keluar masuk, serta beberapa ciri keaktifan berhasil ditunjukkan oleh beberapa orang siswa walaupun tidak semua siswa menunjukkan respon yang sama.
Lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruangan kelas yang menarik, efektif serta mendukung siswa dan guru dalam proses pembelajaran (Suciati, 2002: 5.3). Hal ini ditunjukkan pula berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru yang mengajar dikelas yang sama dengan mata pelajaran yang berbeda, ternyata penciptaan lingkungan yang berbeda dari biasanya sangat mendukung guru dalam memberikan materi pelajaran. Selama proses pembelajaran tumbuh rasa nyaman berada di kelas, tidak membosankan dan siswa juga tenang sehingga tidak menumbuhkan sikap-sikap negative dari siswa yang dapat memancing emosi atau rasa tidak nyaman yang dapat menyebabkan terganggunya proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan tepat waktu, rencana pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya baik pekerjaan yang harus dilakukan oleh siswa dan guru yang jelas, informasi yang jelas diterima oleh siswa ternyata dapat menumbuhkan disiplin dari siswa dalam mengikuti pembelajaran teknologi benih.

Hal ini sesuai dengan pendapat Rahman (1999: 179-180) yang menyarankan teknik yang dapat membantu pemeliharaan disiplin kelas dalam mengajar sebagai berikut ; tepat waktu, mulailah pelajaran sesegera mungkin dan siapkan sesuatu yang harus dikerjakan para siswa, siapkan rencana pelajaran dan informasikan kepada siswa apa, kapan dan dimana aktivitas itu dikerjakan, lakukan sesuatu dengan aturan dan pelaksanaan yang sama dan konsisten, bervariasi dalam aktivitas kelas, tidak mengancam dan menantang para siswa, buatlah tugas para siswa yang tepat dan cocok, jagalah control suara guru, tegas dalam permulaan dan secara perlahan mulai dikendorkan bila hubungan sudah terjalin baik, jalin kerjasama dengan orang tua.
Keaktifan siswa dalam belajar memerlukan pendekatan dengan menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan semua kemampuan siswa dapat dikembangkan dalam proses belajar dengan jalan materi disajikan dengan merangsang, kemampuan siswa diperhitungkan, guru yang berfungsi sebagai motivator, organisator, pengarah dan media pengajaran yang cukup komunikatif sehingga siswa dapat live-in dalam proses belajar mengajar sehingga mereka menikmati pengalaman belajar dengan asyik tanpa terikat oleh ruang dan waktu, Kegiatan belajar dapat berjalan dengan antusias, ada rasa penasaran yang diikuti dengan sikap on the task yang membawa pengalaman belajar dapat diteruskan keluar kelas (Gulo, 2002: 75).
Ketiga, hasil belajar siswa meningkat, dengan terlihatnya kemampuan siswa yang meningkat dalam menyelesaikan tes yang diberikan dapat dijadikan indikator keberhasilan pembelajaran. Tujuan akhir suatu proses pembalajaran adalah setiap siswa diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Tujuan proses pembelajaran adalah setiap siswa memperoleh kesempatan yang sama untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kecepatannya. Beberapa tes yang dapat dilakukan adalah pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami materi pelajaran yang akan disampaikan, sedangkan post-test dapat dimanfaatkan untuk menilai efektifitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (Nasoetion dan Suryanto. 2002: 7.5).

Menurut Hamalik, (2003: 147-148) Penilaian memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi-fungsi pokoknya sebagai berikut ; (1) fungsi edukatif, dimana evaluasi merupakan sistem pendidikan yang bertujuan memperoleh informasi tentang keseluruhan sistem/salah satu sistem pendidikan, (2) Fungsi institusional, untuk dapat mengumpulkan informasi akurat tentang input dan output pembelajaran disamping proses pembelajaran itu sendiri, (3) Fungsi diagnostic untuk mengetahui kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi siswa dalam proses/kegiatan belajarnya, (4) Fungsi administrative, mampu menyediakan data tentang kemajuan belajar siswa, yang akhirnya dapat digunakan untuk kelanjutan pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi, (5) fungsi kurikuler, yang mampu menyediakan data dan informasi yang akurat dan berdaya guna bagi pengembangan kurikulum, (6) fungsi manajemen, merupakan bagian integral dalam sistem manajemen dalam upaya membuat keputusan manajemen.


D. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Simpulan penelitian secara umum adalah : pengelolaan kelas berbasis lingkungan pada mata pelajaran teknologi benih dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa, dan secara khusus ; (1) Pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada kegiatan pembukaan pembelajaran pada mata pelajaran teknologi benih, (2) Pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada kegiatan inti pembelajaran pada mata pelajaran teknologi benih, (3) Pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan keaktifan siswa pada kegiatan penutup pembelajaran pada mata pelajaran teknologi benih, (4) Pengelolaan kelas berbasis lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran teknologi benih.

2. Saran
Beberapa saran yang diajukan berdasarkan pembahasan dan simpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengelolaan kelas berbasis lingkungan yang dilakukan di sebuah kelas dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran lain dengan memperhatikan karakteristik pada pelajaran dan materi masing-masing ilmu, (2) Sarana dan prasarana pendukung dapat disesuaikan dengan ciri atau karakteristik masing-masing sekolah, (3) jenis keaktifan yang dapat ditumbuhkan jika rangsangan diberikan oleh berbagai pihak dapat berdampak positif , (4) Ajak siswa untuk bersama-sama mengelola lingkungan belajarnya sesuai dengan keinginan, (5) Dengan menjaga hubungan baik dengan lingkungan, masyarakat sekitar, siswa dan orang tua akan memperlancar proses belajar mengajar di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Prasetya. 1997. SBM Strategi Belajar Mengajar.. Bandung. Pustaka Setia.

Hamalik, Oemar.2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.

Gulo,W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Gramedia.

Nasution, Noehi dan Suyanto, Adi. 2002. Tes, Pengukuran dan Penilaian. Jakarta. Universitas Terbuka

Rahman, M. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta. Depdiknas.

Rahmat, Jalaluddin. 2005. Belajar Cerdas belajar Berbasiskan Otak.. Bandung. MLC.

Severe, Sal. 2001. Bagaimana Bersikap pada Anak agar Anak Bersikap Baik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Situmorang, Manihar dan Sinaga, Marudut. 2008. Inovasi Pembelajaran pada Mata Kuliah Kimia Analitik II. . http://www.geocities.com/J-sains/Vol1-No.3.html

Suciati, dkk. 2002. Belajar dan Pembelajaran 2. Jakarta. Universitas Terbuka.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta.

Wardani. Dkk. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Universitas Terbuka.
















KONDISI GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

KONDISI GURU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
DI KABUPATEN LEBONG
(Teacher Condition Of Vocational High Schoolin Lebong Reqency)

OLEH:

ROBERTO PATABANG ALLOLANGI
(Guru SMK Negeri I Lebong Tengah Kabupaten Lebong)

ABSTRACT
The general purpose of this research is to describe the teacher condition for vocational high school in Lebong Reqency, the specific propouses are (1) giving description of teacher condition in terms of: sex, teacher status, education backgrund, teaching work, time of teaching, extra time, age, work experience, rank, class, salary and background area. (2) giving description of need and teacher condition for vocational high school in Lebong Reqency, (3) giving description how head master solve teacher’s condition so that teaching and learning process can do well. (4) giving description of head master trick to solve more and less of teacher so that teaching and learning process can do well. This research uses descriptive qualitative method, tecknich of collecting data are observation, interview, documenters and literature. Conclusion; the number of teachers in vocational high school of Lebong Reqency are 115 teachers, they are 48 of permanent teachers and 45 unpermanent teachers, from 93 teachers, they are 69 suitable with the school needs and 24 unsuitable, all of vocational high school in Lebong Reqency less of teacher so that the teacher unsuitable study program unsuitable object.
Key Word: “Teacher is the factor of student quality”.


A. PENDAHULUAN
Salah satu indikator keberhasilan sekolah dalam melaksanakan misinya sebagai institusi yang menyiapkan tamatan yang profesional dan berkualitas yang mampu mengisi kebutuhan pembangunan pada masa kini dan masa yang akan datang adalah terlaksananya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan efektif dan efisien. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Kondisi/keadaan guru di SMK dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, dimana masing-masing dapat memberikan dampak terhadap pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pada SMK yang bersangkutan, yaitu: Kelompok pertama, SMK yang memiliki jumlah guru sesuai kebutuhan; Kelompok kedua, SMK yang mengalami kelebihan guru; Kelompok ketiga, SMK yang mengalami kekurangan guru; Kelompok keempat, SMK yang mengalami kelebihan dan sekaligus kekurangan guru.
Pada SMK yang memiliki guru sesuai dengan kebutuhan, KBM-nya akan terlaksana dengan efektif dan efisien. SMK yang mengalami kelebihan guru, KBM-nya terlaksana dengan efektif tetapi tidak efisien. SMK yang mengalami kekurangan guru, KBM-nya tidak terlaksana dengan baik dan tidak efektif. SMK yang mengalami kelebihan dan sekaligus kekurangan guru, KBM-nya tidak akan terlaksana dengan baik, tidak efektif dan tidak efisien. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Untuk itu profesionalisme guru dituntut agar terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun internasional.
Masalah umum dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah Kondisi Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Lebong”?. Kemudian masalah khusus adalah:
1. Bagaimanakah kondisi guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Lebong dilihat dari; jenis kelamin, status guru (GT, GB dan GTT), tingkat pendidikan, jurusan, asal Perguruan Tinggi, keguruan/non keguruan, tugas mengajar, jumlah jam mengajar, tugas tambahan, usia, masa kerja, pangkat dan golongan, besar gaji serta daerah asal?
2. Bagaimanakah upaya kepala sekolah mengatasi kondisi guru agar proses KBM berjalan?
3. Bagaimanakah kebutuhan dan keadaan guru di masing-masing Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Lebong?
4. Bagaimankah kiat kepala sekolah dalam mengatasi kekurangan dan kelebihan guru agar proses KBM berjalan?
Tujuan
1. Mendeskripsikan kondisi guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Lebong dilihat dari; jenis kelamin, status guru (GT, GB dan GTT), tingkat pendidikan, jurusan, asal Perguruan Tinggi, keguruan/non kegurua, tugas mengajar, jumlah jam mengajar, tugas tambahan, usia, masa kerja, pangkat dan golongan, besar gaji serta daerah asal.
2. Mendeskripsikan upaya kepala sekolah mengatasi kondisi guru yang ada agar proses KBM berjalan dengan baik.
3. Mendeskripsikan kebutuhan dan keadaan guru di masing-masing Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Lebong.
4. Mendeskripsikan kiat kepala sekolah dalam mengatasi kekurangan dan kelebihan guru agar proses KBM berjalan dengan baik.

B. METODE
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yang berupaya untuk mendeskripsikan kondisi guru Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Lebong. Menurut Sugiyono (2002: 8), metode penelitian deskriptif kualitatif adalah “Penelitian yang menggunakan pada kondisi objek alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tidak selalu berupa orang tetapi dapat berupa kegiatan, tempat (Arikunto, 2002: 11). Subjek penelitian ini difokuskan pada kepala sekolah, guru, rombongan belajar dan siswa SMK di Kabupaten Lebong. Alasan pemilihan subjek tersebut karena semua unsur ini saling pengaruh-mempengaruhi dalam keseluruhan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah baik secara langsung maupun tidak.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi (pengamatan), wawancara, dokumentasi dan kepustakaan.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dengan cara berulang-ulang dan berkesinambungan antara pengumpulan data dan analisis data, baik selama pengumpulan data di lapangan maupun sesudah data terkumpul (Bogdan dan Biklen, 1982: 146). Tahap-tahap analisis data adalah: (1) reduksi data; menyederhanakan data yang banyak dengan membuat abstraksi sehingga diketahui secara jelas intisari dan tema pokoknya yang sesuai dengan fokus masalah yang sedang diteliti; (2) penyajian data (data disply); mengingat data yang terkumpul semakin banyak sehingga kurang dapat memberikan gambaran sehingga perlu disajikan secara sistimatis dengan memperhatikan kronologisnya dan ditonjolkan pokok-pokoknya sehingga dapat dipahami secara jelas; (3) pengambilan keputusan dan verifikasi.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Hasil penelitian menunjukan bahwa Kondisi guru SMK di Kabupaten Lebong adalah sebagai berikut: total guru SMK yang ada saat ini sebanyak 93 orang, yang terdiri dari guru tetap (PNS) 48 orang dan guru tidak tetap (non-PNS) 45 orang atau 51,16% guru PNS dan 48,84% guru non-PNS. Guru yang berpendidikan S1 sebanyak 84 orang, S2 1 orang, D2 3 orang dan SMA sederajat 5 orang. Guru yang berasal dari LPTK sebanyak 57 orang, yang berasal dari non-LPTK tetapi memiliki AKTA sebanyak 31 orang dan tanpa AKTA 5 orang atau 61,29% guru berasal dari LPTK, 33,33% guru berasal dari non-LPTK tetapi memiliki AKTA dan 5,38% guru tanpa AKTA. Dari 93 orang guru yang ada 69 orang guru sesuai dengan yang dibutuhkan, namun dari jumlah tersebut ada 20 orang guru yang mengajar lebih dari satu mata pelajaran dan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dan 24 orang guru tidak sesuai dengan yang dibutuhkan atau 53,6% guru mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan 47,6% guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Guru yang berasal dari LPTK dan non-LPTK mempunyai perbedaan kompetensi khususnya kompetensi pedagogik.

2. Pembahasan
Jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap aktivitas di sekolah khususnya dalam kelancaran proses kegiatan belajar mengajar. Seorang guru jika mulai hamil sudah mempengaruhi aktivitas dia di sekolah pada saat mau bersalin mereka izin atau cuti. Pembagian mata pelajaran dan jumlah jam mengajar kepada guru, karena mengingat guru banyak kurang namun ada juga beberapa mata pelaran yang gurunya lebih dan banyak juga guru tidak tetap maka yang perlu dipertimbangkan adalah disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya, masih relevan dengan latar belakang pendidikannya, keadaan guru seperti sedang hamil atau habis melahirkan, jumlah guru apakah lebih atau kurang, jam wajib guru PNS, mencegah terjadinya kecemburuan sosial contoh ada yang mempunyai jam 24 dan ada yang 10 jam sedangkan gajinya sama, kemampuan dia misalnya mata pelajaran yang tidak ada guru yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya maka guru yang dianggap mampu mengajarkan diberikan mata pelajaran tersebut. Begitu juga guru mengajar terlalu banyak jam mengajar atau sudah di atas jam maksimal akan mengalami kecapaian dan apabila guru sudah demikian maka dalam perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran tidak efektif lagi.

Kebutuhan dan keadaan guru SMK Negeri I Lebong Tengah sebangak 26 orang, jumlah guru yang ada 25 orang, guru yang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan 22 orang namun dari 22 orang guru tersebut lebih 5 orang PNS dari jumlah kebutuhan mata pelajaran. Kebutuhan guru SMK Negeri 1 Lebong sebanyak 43 orang, guru yang ada sebanyak 25 orang, dari 25 orang guru tersebut 18 orang sesuai dengan yang dibutuhkan dan 7 orang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Kekurangan guru PNS sebanyak 37 orang, guru PNS yang ada sebanyak 6 orang dan non-PNS sebanyak 19 orang. Jumlah kebutuhan guru SMK Negeri Lebong Utara sebanyak 24 orang, guru yang ada sebanyak 17 orang, dari 17 orang guru yang ada 15 orang sesuai dengan yang dibutuhkan dan 2 orang guru tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Kekurangan guru PNS sebanyak 10 orang, guru PNS yang ada 14 orang dan non-PNS sebanyak 3 orang. Total kebutuhan guru SMKS 06 Muara Aman sebanyak 22 orang, guru yang ada sebanyak 24 orang, 18 orang sesuai dengan yang dibutuhkan dan 6 orang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, lebih 1 orang guru PNS yang diperbantukan sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran. Kekurangan guru PNS yang diperbantukan / guru tetap sebanyak 19 orang, guru PNS yang diperbantukan sebanyak 4 orang dan guru tidak tetap sebanyak 20 orang.

Kepala sekolah dalam mengatasi kekurangan guru agar proses kegiatan belajar mengajar berjalan adalah sebagai berikut; memberdayakan guru yang ada secara optimal dan juga memanfaatkan tenaga kependidikan untuk melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. Mata pelajaran yang tidak ada gurunya diisi oleh guru yang masih relevan dengan latar belakang pendidikannya atau diisi oleh guru yang dianggap mampu mengajarkan mata pelajaran tersebut juga dapat diisi oleh guru yang mempunya jam pelajaran sedikit serta dapat memanfaatkan tenaga kependidikan yang ada seperti tenaga TU untuk mengajar mata pelajaran yang dianggap mereka mampu mengajarkannya. Pada mata pelajaran yang gurunya lebih, selain mendapatkan mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya untuk mencukupi jam wajib guru mereka mengajar mata pelajaran lain serta jam praktek walaupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan juga diberikan tugas tambahan.

Merekrut guru tidak tetap, baik dari dalam kabupaten maupun dari luar kabupaten sesuai dengan kebutuhan. Mengusulkan ke Pemda melalui diknas untuk pemenuhan guru mata pelajaran sesuai yang dibutuhkan. Sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 Pasal 24 butir ke satu bahwa; Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diseslenggarakan oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan guru dalam artian formasi yang diberikan jumlahnya cukup dan kualifikasinyapun sesuai kebutuhan. Sehingga sekolah dapat melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan efektif dan efisien. Untuk mewujudkan sumberdaya manusia Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang profesional diperlukan adanya sistem rekrutmen berbasis kompetensi. Seiring dengan hal tersebut, dalam pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ditegaskan bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi. Untuk memperoleh SDM-PNS yang berkualitas, trampil dan memiliki keahlian sesuai dengan kebutuhan, dilakukan melalui proses rekrutmen yang selektif.

Mengusulkan pengangkatan guru tidak tetap yang ada menjadi guru tetap (PNS) khusus untuk SMKN sedangkan untuk SMKS mengusulkan ke Pemda melalui diknas untuk mendapatkan guru tetap (PNS) yang diperbantukan serta mengusulkan ke Yayasan untuk pengangkatan guru tetap. Sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 Pasal 24 butir ke empat bahwa; Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan. Penempatan dan pemenuhan tenaga kependidikan khususnya guru secara merata maka keberlangsungan dan kelancaran proses kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat terlaksana dengan baik efesien dan efektif.


D. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan

Simpulan penelitian; kondisi guru SMK di Kabupaten Lebong menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang ada berkelamin perempuan, masih berusia produktif dan memberi dampak terhadap kelancaran proses KBM, guru yang ada masih banyak guru tidak tetap, sebagian besar guru mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya, guru yang mengajar masih ada yang tidak memenuhi standar kualifikasi akademik, antara guru dari LPTK dan non-LPTK mempunyai perbedaan kompetensi pedagogik, ada tugas tambahan yang dibebankan kepada guru yang sangat mengganggu tugas pokoknya sebagai guru, mata pelajaran yang tidak ada guru yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya diisi oleh guru yang lain, seluruh SMK yang ada kekurangan guru yang mengakibatkan proses KBM tidak berjalan dengan baik tidak efesien dan tiddak efektif, kepala sekolah mengatasi kekurangan dan kelebihan guru dengan merekrut guru tidak tetap serta mengusulkan pemenuhan ke pemda. Simpulan khusus penelitian ini sebagai berikut:
Pertama; kondisi guru SMK di Kabupaten Lebong terlihat bahwa guru perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu 53 orang perempuan sedangkan laki-laki 40 orang atau perempuan 56,98% dan laki-laki 43,02% ini mempengaruhi kelancaran KBM di sekolah, dilihat dari status kepegawain guru tetap (PNS) 48 dan guru tidak tetap (non-PNS) 45 orang atau 51,16% guru PNS dan 48,84% guru non-PNS melihat hal ini karena masih banyak guru non-PNS maka tidak menjamin keberlangsungan pendidikan khususnya pendidikan SMK di Kabupaten Lebong, banyak guru mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikanya yaitu 47,6% dari total guru yang ada dengan kondisi seperti ini maka siswa SMK tidak bermutu.

Kedua; agar proses KBM dapat berjalan mata pelajaran yang tidak ada guru yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya diberikan kepada guru lain yang masih relevan atau yang diangap mampu mengajarkan mata pelajaran tersebut, untuk meningkatkan kompetensi guru yaitu mengikutsertakan guru apabila ada diklat yang diadakan oleh Diknas baik tingkat Kabupaten, Propinsi maupun Pusat.

Ketiga; kebutuhan dan keadaan guru SMK di Kabupaten Lebong adalah: guru masih ada yang tidak memenuhi standar kualifikasi akademik serta ada juga guru yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, kebutuhan guru SMK se-Kabupaten Lebong sebanyak 115 orang sedangkan total guru SMK yang ada saat ini sebanyak 93 orang, yang terdiri dari guru tetap (PNS) 48 orang dan guru tidak tetap (non-PNS) 45 orang atau 50,55% guru PNS dan 49,45% guru non-PNS jadi SMK yang ada di Kabupaten Lebong Kekurangan guru sebanyak 67 orang dengan kondisi seperti ini maka proses KBM berjalan tidak efektif dan tidak efesien.

Keempat; kepala sekolah dalam mengatasi kekurangan dan kelebihan guru yaitu memberdayakan guru yang ada secara optimal dan juga memanfaatkan tenaga kependidikan untuk melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar di sekolah, merekrut guru tidak tetap baik dari dalam kabupaten maupun dari luar kabupaten sesuai dengan kebutuhan, mengusulkan ke Pemda melalui Diknas untuk pemenuhan guru mata pelajaran sesuai yang dibutuhkan, mengusulkan pengangkatan guru tidak tetap yang ada menjadi guru tetap (PNS) atau guru tetap yayasan.

2. Saran
pertama; pada pembagian mata pelajaran serta jumlah jam kepada guru diberikan sesuai dengan latar belakang pendidikannya terlebih dahulu sesuai jam minimal sampai jam maksimal jam wajib guru yaitu 24-40 jam apabila kondisi guru memungkinkan. Tetapi apabila ada pertimbangan lain yang terpaksa mata pelajaran atau sebagian jam pelajaran tersebut diberikan kepada guru yang lain baik yang relevan dengan latar belakang pendidikannya maupun tidak, tetap didampingi oleh guru yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya seperti dalam pembuatan perangkat pembelajaran (perencanaan, evaluasi) serta disiapkan buku atau modulnya.

Kedua; diadakan diklat kepada guru terutama bagi guru yang mengajar tidak sesuai degan bidangnya atau MGMP setiap awal semester atau akhir semester. Kepala sekolah memberikan insentif kepada guru yang jamnya lebih banyak dengan membuat aturan yang jelas.

Ketiga; Pemda memberikan insentif kepada guru tidak tetap serta guru yang jam mengajarnya lebih, kepala sekolah mengusulkan kebutuhan guru ke pemda dengan data ril sesuai dengan yang dibutuhkan masing-masing mata pelajaran, agar supaya tidak ada penumpukan guru mata pelajaran.

Keempat; Pemda memenuhi kebutuhan guru masing-masing SMK baik guru tetap (PNS), guru PNS diperbantukan maupun guru bantu sesuai kebutuhan baik jumlah, kompetensi maupun kualifikasi pendidikan. Pemda wajib memenuhi tenaga kependidikan yang lain seperti TU agar tugas TU bukan guru yang mengerjakan yang sangat mempengaruhi tugas pokoknya sebagai guru.

Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Atmodiwiro, Soebagio. 2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT. Ardadizya Jaya
Danim, Sudarwan. 1986. Analisis Kebutuhan Tenaga Educatif. Bengkulu: UNIB.
Driyarkara. 1980. Driyarkara tentang Pendidikan. Yogyakarta. Kanisius
Fattah, Nanang. 2004. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Indar, H.M. Djumberansjah. 1995. Perencanaan Pendidikan: Strategi dan Implementasinya. Surabaya: Karya Abditima
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Semarang: Rineka Cipta
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Nawawi, Hadari. 1985. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Sinar Harapan.
Nasir, M. 1985. Metode Research. Jakarta: Balai Pustaka
Permendiknas 2006. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Sinar Grafika
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005. 2006. tentang Undang-Undang Guru dan Dosen. Yogyakarta: Pustaka Yustisia

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

IMPLEMENTASI PENGELOLAAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBASIS TEKNOLOGI UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh:
Elfi Herawati Sitompul
(Guru SMKN Lebong Tengah Kabupaten Lebong Bengkulu)

ABSTRACT
The purpose of this research is to describe about the implementation of creative problem solving management based on technology to increase the mathematic subject in teaching learning process at Vocational High School Lebong Tengah. The method of this research was An Action Research. The main subject of this research is all students in the TIK third class at Vocational High School Lebong Tengah which consist of twenty seven students. While the support subject in this research is the teachers who’s teaching in the third class of TIK program at Vocational High School Lebong Tengah. The data collected in this research analyzed with observation technique, test technique, and documentation technique. The general result of this research showed that the implementation management of creative problem solving based on technology could be increased the qualities and the results of the mathematic teaching learning process for the third class TIK program at Vocational High School Lebong Tengah.
Keyword: Implementation management, Creative Problem Solving, Technology, teaching learning process.

A. PENDAHULUAN
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
Pelajaran matematika sampai saat ini terkesan sebagai mata pelajaran yang sangat sulit dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Nilai matematika juga menyebabkan siswa-siswi banyak tidak lulus UN. SMK N Lebong Tengah sudah dua kali mengikuti UN dan hasilnya belum dapat mencapai 50% kelulusan, dikarenakan nilai matematika siswa-siswi SMKN Lebong Tengah rendah. Untuk memudahkan pemahaman siswa dalam pemahaman pelajaran matematika diperlukan suatu model pembelajaran yang terbaru bagi siswa seperti model pembelajaran creative problem solving. Menurut Karen dalam Cahyono (2007: 3), langkah-langkah creative problem solving dalam pembelajaran matematika sebagai berikut: pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penjelasan yang diharapkan; siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah; setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah; kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.

Pertama kali yang harus dilakukan dalam melatih murid dalam menyelsaikan masalah adalah menyiapkan kondisi yang sesuai (kondusif) di dalam kelas. Menurut Danim (2002:167) juga menyebutkan bahwa manajemen kelas adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru, baik individual maupun dengan atau melalui orang lain (semisal bekerja dengan sejawat atau siswa sendiri) untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Agar evaluasi hasil belajar peserta didik mencapai tujuan, maka peran guru harus mengetahui masalah belajar peserta didik, karena masalah belajar adalah masalahnya setiap orang. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya masalah belajar yaitu karena alasan historis dan alasan literer.

Seorang guru pada saat mengajar akan menerapkan berbagai teknik-teknik pengelolaan kelas dengan tujuan agar siswa dapat menerima pelajaran dengan baik. Ada banyak model atau system manajemen kelas dan beratus-ratus teknik di dalamnya untuk meningkatkan perilaku positif peserta didik. Kebanyakan teknik-teknik ini akan efektif pada suatu situasi namun tidak pada situasi yang lain, efektif untuk sejumlah peserta didik tetapi tidak untuk peserta didik yang lain, dan efektif untuk beberapa guru namun tidak efektif untuk guru yang lain. Karena setiap teknik didasarkan secara mutlak atau tegas pada sejumlah sistem yang dipercaya mengenai bagaimana manusia berperilaku dan mengapa, guru kelas harus menemukan bentuk asli dari manajemen kelas yang sesuai dengan keyakinannya dan menggunakannya pada keadaan yang cocok (Levin dan Nolan, 2000: 73).
Permasalahan umum penelitian adalah: Apakah implementasi creative problem solving berbasis teknologi dapat meningkatkan proses pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah?

Secara Khusus rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah implementasi creative problem solving berbasis teknologi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah?
Apakah implementasi creative problem solving berbasis teknologi dapat meningkatkan hasil pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah?
Tujuan umum penelitian ini untuk meningkatkan proses pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah melalui implementasi pengelolaan creative problem solving berbasis teknologi.

Secara khusus tujuan penelitian adalah:
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah melalui implementasi pengelolaan creative problem solving berbasis teknologi.
Untuk meningkatkan hasil pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMK Negeri Lebong Tengah melalui implementasi pengelolaan creative problem solving berbasis teknologi.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian tindakan (action research). Menurut Arikunto (2006: 93), penelitian tindakan dilakukan untuk meningkatkan efektivitas metode mengajar, pemberian tugas kepada siswa, penilaian dan lain sebagainya. Keunggulan penelitian ini adalah karena guru diikutsertakan dalam penelitian sebagai subjek yang melaksanakan tindakan, yang diamati, sekaligus yang diminta untuk merefleksikan hasil pengalaman selama melakukan tindakan, tentu lama kelamaan akan terjadi perubahan dalam diri mereka suatu kebiasaan untuk mengevaluasi diri. Menurut Wardani, dkk (2002: 24), penelitian Tindakan yang dilakukan dengan proses yang dinamis terdiri atas empat kegiatan dalam spiral yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.
Subyek penelitian adalah siswa kelas III jurusan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) SMKN Lebong Tengah dengan jumlah siswa dua puluh tujuh siswa, jumlah siswa laki-laki sebelas siswa dan jumlah siswa perempuan enam belas siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: dokumentasi, tes, pengamatan/observasi. Semua data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan uji tes (t-test). Hasil pengamatan pada kualitas pembelajaran adalah penilaian minat siswa, indikator sikap siswa, hasil observasi guru, dan penilaian konsep diri siswa, sedangkan hasil pengamatan pada hasil pembelajaran adalah nilai-nilai belajar siswa.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan temuan penelitian dengan model pembelajaran creative problem solving adalah :
Pertama, pada siklus satu, hasil minat belajar siswa dengan creative problem solving diperoleh nilai rata-ratanya 30,8, artinya siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah berminat dalam pelajaran matematika (25-32 adalah nilai berminat). Pada siklus dua hasil minat belajar siswa adalah 35,1 artinya siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah sangat berminat dalam pelajaran matematika (33-40 adalah nilai sangat berminat). Pada siklus ketiga, hasil minat belajar siswa adalah 36,6 artinya siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah sangat berminat dalam pelajaran matematika (33-40 adalah nilai sangat berminat).

Kedua, pada siklus satu, hasil indikator sikap pada siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah terdiri dari: ketekunan belajar siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerajinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 85%; tenggang rasa siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kedisiplinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerjasama siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; ramah dengan teman, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; hormat pada guru, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 60%; kejujuran siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kepedulian siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; tanggung jawab siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%. Pada siklus kedua, indikator sikap siswa adalah nilai 84%; kerajinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 85%; tenggang rasa siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; kedisiplinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerjasama siswa kelas III TIK memperoleh nilai 82%; ramah dengan teman, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 78%; hormat pada guru, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 66%; kejujuran siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kepedulian siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; tanggung jawab siswa kelas III TIK memperoleh nilai 74%. Pada siklus ketiga, hasil indikator sikap siswa terdiri dari: ketekunan belajar siswa kelas III TIK memperoleh nilai 86%; kerajinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 85%; tenggang rasa siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; kedisiplinan siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; kerjasama siswa kelas III TIK memperoleh nilai 83%; ramah dengan teman, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; hormat pada guru, siswa kelas III TIK memperoleh nilai 75%; kejujuran siswa kelas III TIK memperoleh nilai 70%; kepedulian siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%; tanggung jawab siswa kelas III TIK memperoleh nilai 80%.

Ketiga, pada siklus satu, hasil observasi guru adalah respon siswa saat mengetahui model creative problem solving penasaran karena baru pertama kali siswa mengetahui model tersebut; keaktifan siswa saat guru menjelaskan masalah yang akan dibahas juga biasa aja, karena mereka kesulitan untuk mencari solusinya; pada siklus satu ini guru tidak melayani pertanyaan-pertanyaan siswa tetapi memberikan kebebasan untuk belajar sendiri baik dengan CD interaktif, modul maupun dengan kawan kelompoknya. Pada siklus kedua, hasil observasi guru adalah respon siswa senang saat mengetahui model creative problem solving, walaupun belum sepenuhnya bisa membantu mereka untuk belajar sendiri; kesiapan siswa juga sudah berubah dibandingkan dengan siklus pertama dimana sekarang mereka tidak sabar untuk memulai pelajaran, ini terlihat dari wajah mereka yang senyum dan ada yang langsung buat kelompok belajar; kini siswa sudah aktif saat guru menjelaskan masalah yang akan dibahas, karena sudah banyak yang mau bertanya; siswa kreatif untuk mencari solusi dari soal-soal yang diberikan, terlihat siswa banyak membaca buku-buku, modul, LKS dan ada yang senang belajar dengan CD interaktif;dan siswa sangat senang saat menemukan informasi dari pemecahan masalah dan siswa juga sudah aktif menanyakan letak kesalahan mereka kepada guru jika ada hasil mereka disalahkan. pada siklus ketiga, siswa sudah mudah memahami materi pelajaran dengan model creative problem solving berbasis teknologi, hal ini terlihat siswa belajar sendiri untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru dan guru tidak banyak menjelaskan materi pembelajaran; satu kelompok memberikan beberapa pendapat mereka pada kawan sekelompok mereka agar mereka menentukan jawaban mana yang akan mereka kumpulkan kepada guru; siswa sudah bisa mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan strategi dari pemecahan masalah; siswa bisa menjawab soal-soal yang diberikan guru waluapun belum semua siswa menjawab seratus persen benar.

Keempat, pada siklus satu, hasil belajar siswa adalah rata-rata nilai matematika yang diperoleh siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah adalah 60,93. Pada siklus kedua, hasil belajar siswa adalah Rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus kedua ini adalah 85,19. Pada siklus ketiga, hasil belajar siswa tidak jauh berbeda antara siklus tiga dengan siklus dua yaitu 86.73 dengan 85.19, sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan ke siklus berikutnya.

2. Pembahasan
Hasil pengamatan peneliti terdiri dari penilaian minat siswa saat belajar, penilaian indikator sikap siswa saat belajar dan penilaian konsep diri siswa saat belajar di kelas III TIK SMKN Lebong Tengah. Penilaian minat siswa bertujuan untuk mengetahui sampai dimana keinginan siswa untuk belajar belajar sehingga guru lebih mudah memberikan pelajaran, adapun tujuan indikator sikap siswa saat belajar bertujuan untuk mengetahui tingkah laku siswa saat menerima pelajaran dari guru, dan tujuan dari konsep diri siswa saat belajar, untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan oleh siswa saat guru memberikan pelajaran. Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan. Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yanng dipelajari dapat dipahami, sehingga siswa dapat melakukan sesuatu sebelumnya tidak dapat dilakukan. Selain minat siswa, sikap siswa perlu diketahui karena perubahan kelakuan meliputi seluruh pribadi siswa, baik kognitif, psikomotor maupun afektif. Untuk meningkatkan minat, maka proses pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami apa yang ada di lingkungan secara berkelompok.

Minat siswa pada siklus satu diperoleh nilai rata-rata dari 27 siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah 30,8 yang artinya siswa tersebut berminat pada pelajaran matematika. Untuk siklus ke dua dan ke tiga siswa sangat berminat dalam belajar matematika dengan nilai rata-rata 35,1 dan 36,6. Siswa sudah mulai senang belajar sendiri setelah belajar model pembelajaran creative problem solving, hal ini dapat dilihat siswa sering ke perpustakaan untuk belajar, ada juga siswa yang asik dengan diskusi, dan ada siswa yang bertanya langsung ke guru apa yang belum dia mengerti baik pada jam pelajaran matematika maupun di luar jam pelajaran seperti waktu istirahat. Menurut Wijaya (1999: 20), apabila tidak ada minat maka ciri-ciri siswa dalam belajar adalah sebagai berikut: mereka akan lamban di dalam mengamati dan mereaksi peristiwa yang terjadi di lingkungan; mereka jarang mengajukan pertanyaan dan kurang keinginan untuk mengikuti jawabannya; mereka kurang memperlihatkan dan bahkan tidak menaruh perhatian terhadap apa dan bagaimana pekerjaan itu dikerjakan; mereka banyak menggunaka daya ingatan (hapalan) daripada logika (reasoning); mereka tidak dapat menggunakan cara-cara menghubungkan bagian pengetahuan dengan pengetahuan lainnya dalam berpikir; mereka kurang lancar, tidak jelas dan tidak tepat dalam menggunakan bahasa; mereka banyak tergantung pada guru dan orang tua di dalam membuktikan ilmu pengetahuan; mereka sangat lamban di dalam memahami konsep-konsep abstrak.
Penilai indikator sikap siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah saat belajar adalah: pada siklus satu indikator sikap kerajinan memiliki nilai tertinggi yaitu 85%, ketekunan belajar 80% dan kedisiplinan 80%, dan nilai terendah terdapat pada indikator sikap hormat pada guru. Pada siklus kedua indikator sikap kerajinan 85%, ketekunan belajar 84%, kerjasama 82% dan kedisiplinan siswa 80%, indikator sikap terendah terdapat pada indikator sikap hormat pada guru. Untuk siklus ke tiga nilai indikator sikap tertinggi adalah ketekunan belajar 86%, kerajinan 85%, kerjasama 83%, kedisiplinan 80%, kepedulian 80%, dan tanggung jawab 80%, sedangkan nilai terendah tidak lagi terdapat pada hormat guru tetapi pada kejujuran 75%. Indikator sikap ketekunan belajar, kerajinan, kerjasama, kedisiplinan, kepedulian, dan tanggung jawab, memang sudah terlihat langsung saat proses belajar mengajar baik di laboratorium komputer maupun di kelas. Siswa sudah aktif membaca buku modul, LKS dan ada juga yang belajar dengan CD interaktif. Selama belajar mereka bersama-sama bekerja untuk menyelesaikan masalah yang diberikan guru, tidak ada satu siswapun yang keluar masuk kelas karena menurut mereka waktu sangat beharga untuk mengumpulkan hasil kerja mereka. Sedangkan indikator sikap hormat pada guru memiliki nilai terendah dikarenakan siswa diberikan kebebasan untuk memperoleh hasil soal-soal yang diberikan oleh guru, sehingga mereka asyik berdiskusi, ada juga diskusi antar kelompok dan ada juga yang saling tukar buku antar kelompok.
Pertama kali yang harus dilakukan dalam melatih murid dalam menyelsaikan masalah adalah menyiapkan kondisi yang sesuai (kondusif) di dalam kelas. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: yakinkan murid untuk berani mengatakan secara jelas dan terbuka perasaan dan emosi mereka; menciptakan suasana menyenangkan dan kepercayaan antar murid; guru menanyakan keadaan dan perasaan murid saat mereka di dalam kelas; guru menanyakan hal yang mungkin bisa memperbaiki perasaan mereka; guru memberi murid kekuasaan atas masalah mereka sendiri, yang harus diingat guru adalah bahwa jika kelas gaduh, berarti itu menandakan bahwa pikiran murid sedang tegang, sehingga guru harus membantu murid agar bisa tenang dan santai; setelah persiapan ini guru menyampaikan materi pelajarannya.
Hasil penelitian Nani Zulhani yang berjudul “Pengelolaan Kelas oleh Guru Matematika (Studi deskriptif kualitatif di SMPN 4 dan SMPN 15 Kota Bengkulu)” pada tahun 2008, menunjukkan bahwa: (1) keterampilan pengelolaan kelas yang dimiliki oleh guru yang dilakukan dengan pendekatan-pendekatan untuk mengenali siswanya ternyata dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar matematika, dan (2) pembelajaran yang dilaksanakan kurang berhasil dapat disebabkan karena guru kurang memahami hakekat pengelolaan kelas sebagai salah satu kemampuan penting yang harus dikuasai dalam pembelajaran.
Mutu pendidikan akan dapat ditingkatkan dan ditangani secara efisien artinya berbagai sumber yang mempengaruhi terjadinya proses pendidikan perlu ditangani secara jelas, terkendali dan terarah. Kurikulum diarahkan dan dirinci, guru dipersiapkan dan ditugaskan, sarana dan dana pendidikan diprogramkan secara efisien (Tilaar, 2003: 22). Menurut Rachman (1998: 96), beberapa langkah yang dapat dilaksanakan guru dalam tindakan pencegahan, antara lain: peningkatan kesadaran diri sebagai guru, peningkatan kesadaran peserta didik, sikap polos dan tulus dari guru, mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan, menciptakan kontrak sosial. Peningkatan kesadaran diri sebagai guru, sehinggga kesadaran tersebut akan lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki yang terlihat pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis, dan berwibawa. Sikap guru yang seperti itu akan menumbuhkan tanggapan yang positif dari peserta didik. Peningkatan kesadaran peserta didik, yaitu guru juga berkewajiban mendorong peserta didik untuk meningkatkan kesadaran mereka sebagai siswa, antara lain dengan memberitahukan akan hak dan kewajiban sebagai peserta didik, memperhatikan kebutuhan, keinginan, dan dorongan para peserta didik, menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.
Pembelajaran matematika dengan model creative problem solving menunjukkan hasil yang berbeda antara nilai sebelum dilakukan penelitian terhadap siklus satu, begitu juga antara siklus satu dengan siklus dua dan tidak jauh berbeda hasil antara siklus dua dengan siklus tiga.
Guru telah melaksanakan aktivitas dalam proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi. Rata-rata nilai siswa dalam proses pembelajaran pada siklus III sebesar 86.73, hal ini menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi sudah meningkat. Jika dilihat rata-rata keaktifan siswa dari tiap-tiap pertemuan, menunjukkan adanya peningkatan keaktifan siswa dari yang semula rata-ratanya 60.93 menjadi 86.73 pada pertemuan terakhir. Dalam proses pembelajaran menggunakan model creative problem solving berbasis teknologi siswa terampil dalam melaksanakan proses-proses pembelajaran.
Hasil rata-rata nilai siswa yang diperoleh pada siklus satu, dua, dan tiga dapat dianalisis dengan uji t, cara analisis uji t dikelompokkan menjadi siklus satu dengan siklus dua, siklus satu dengan siklus tiga dan siklus dua dengan siklus tiga. Hasil analisis uji t ini dapat dijelaskan sebagai berikut: perbedaan rata-rata antara siklus satu dan siklus dua digunakan uji t, dengan perhitungan, pada siklus satu nilai sig. = 0,00 < 5% artinya hasil belajar antara siklus satu dan siklus dua berbeda. Selanjutnya nilai rata-rata skor siklus satu = 60.9263 dengan t = 30.258, nilai rata-rata siklus dua = 85.1859 dengan t = 33.871. Perbedaan nilai rata-rata pada siklus satu dengan siklus dua jauh berbeda, maka dilanjutkan ke siklus tiga.
Perhitungan antara siklus satu dengan siklus tiga adalah perbedaan rata-rata antara kelompok pada siklus satu dan tiga digunakan uji t, dengan perhitungan, pada siklus satu nilai sig. = 0,00 < 5% artinya hasil belajar antara siklus satu dan siklus tiga berbeda. Pada kelompok kolom nilai sig. = 0,000 < 5% artinya siklus satu dan siklus tiga terdapat perbedaan. Selanjutnya nilai rata-rata skor siklus satu = 60,9263 dengan t = 30,258, nilai rata-rata siklus tiga = 86,7274 dengan t = 57.196. Analisis uji t antara siklus dua dengan siklus tiga adalah perbedaan rata-rata antara siklus dua dan siklus tiga digunakan uji t, dengan perhitungan, pada siklus dua nilai sig. = 0,00 < 5% artinya hasil belajar antara siklus dua dan siklus tiga berbeda. Selanjutnya nilai rata-rata skor siklus dua = 85.1859 dengan t = 33.871, nilai rata-rata siklus tiga = 86,7274 dengan t = 57.196. Perbedaan nilai rata-rata pada siklus dua dengan siklus tiga tidak jauh berbeda maka penelitian tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Proses pembelajaran matematika pada pokok bahasan statistik dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi antara antara siklus satu dengan siklus tiga, dan siklus tiga tidak jauh berbeda dengan siklus dua. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh ketrampilan proses terhadap hasil belajar yang sangat kuat atau Ho ditolak artinya terdapat pengaruh antara ketrampilan proses dengan hasil belajar. Berdasarkan perhitungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara proses belajar siswa dengan hasil belajar adalah sangat kuat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata siswa telah menguasai materi karena telah mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi dapat mencapai tujuan pembelajaran (mencapai ketuntasan belajar).

D. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian diperoleh simpulan yang dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, terdapat peningkatan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah dengan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi (CPSbt). Ini terlihat semakin tinggi kualitas siswa saat belajar, maka akan semakin bagus model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi. Kedua, terdapat peningkatan hasil pembelajaran matematika pada kelas III TIK SMKN Lebong Tengah dengan model CPSbt. Ini menunjukkan bahwa makin tinggi hasil pembelajaran matematika, maka makin bagus model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi untuk siswa kelas III TIK SMKN Lebong Tengah.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, kiranya perlu memberikan saran-saran kepada pihak sekolah seperti guru dan kepala sekolah maupun peneliti lain demi peningkatan kualitas dan hasil pembelajaaran matematika dengan model pembelajaran creative problem solving berbasis teknologi.
a. Bagi guru : model pembelajaran creative problem solving Berbasis Teknologi dapat digunakan sebagai alternatife dalam pembelajaran matematika khususnya materi statistika kelas III TIK SMKN Lebong Tengah. CPSbT merupakan model pembelajaran yang efektif. Oleh karena itu para guru matematika diharapkan dapat menerapkan dalam pembelajaran matematika, khususnya pokok bahasan statistika kelas III TIK SMKN Lebong Tengah. Guru hendaknya meningkatkan ketrampilan proses dan keaktifan siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat maksimal. Para guru dapat mengembangkan perangkat pembelajaran yang serupa untuk pokok bahasan lain, bahkan para guru dapat mengembangkan untuk model pembelajaran yang lain.
b. Bagi kepala sekolah: bagi kepala sekolah dapat mendukung dan memotivasi guru-guru yang menerapkan model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran siswa.
c. Bagi peneliti lain : para peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini lebih mendetail baik pada mata pelajaran matematika atau mata pelajaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Cahyono, N.A. 2007. Pengembangan Model Creative Problem Solving Berbasis Teknologi dalam Pembelajaran Matematika di SMA. http://adi-negara.blogspot.com/

Danim, S. 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia.

Levin, James dan F. Nolan. James. 2000. Principles of Classroom Management. A Professional Decision Making Model. USA. A Pearson Education Company.

Rachman, Maman. 1998. Manajemen Kelas. Jakarta. DEPDIKBUD DIRJEN DIKTI.

Tilaar, R.A.H. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Wardani, dkk. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Universitas Terbuka.

Wijaya, C.H. 1999. Pendidikan Remedial. Bandung. Remaja Rosdakarya.




KAJIAN TERHADAP PENINGKATAN DISIPLIN

KAJIAN TERHADAP PENINGKATAN DISIPLIN
PEGAWAI DI LINGKUNGAN
DINAS DIKNASPORA KABUPATEN LEBONG

O l e h :
KARTINI JOHAR
(Dinas Diknaspora Kabupaten Lebong


ABSTRACT
The objectives of this resarch are : 1) Socializing effort in Dinas Diknaspora’s perimeter on the discipline improvement sequence, 2) The running down procces of the discipline improvement to the officers, 3) Sanction and reward of the discipline upholding, 4) Supporting and inhibiting factors on the discipline upholding, 5) Some exertions to over come the inhibiting factors on the discipline upholding. Descriptive qualitative method is used in this research where as the object of the research is a natural setting. It means that the object ot the research is totally set by the nature without any human interference. Thus this method is also known as naturalistic method. As the result of this research, the conclusion is that the discipline improvement effort has been done in Dinas Diknaspora Kab. Lebong, but the achievement has not optimal yet. Plesides depending on the leadership, the discipline improvement is also have tobe suported by fund and tools. Good discipline determines good work’s attitude so, the key word is : Discipline is the main operational function of the huma resurces.


A. PENDAHULUAN
Semenjak diterapkannya kebijakan otonomi daerah ini banyak sekali yang masih perlu ditingkatkan termasuk kinerja pegawai, yang sering absen, tidak masuk, bolos, kurang bertanggung jawab, ucapan yang kurang sopan, dan pegawai yang kurang menjalankan tugas dan fungsinya (tupoksi). Berdasarkan pengamatan dan pengalaman sementara kinerja pegawai pada instansi pemerintah termasuk didalamnya pegawai dinas diknaspora kabupaten Lebong belum menunjukkan kinerja yang memuaskan, lamban dan kurang produktif dalam menyelesaikan tugas pokok secara maksimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Nugroho diatas yang terlihat dari indikator pelayanan yang tidak optimal, penggunaan waktu tidak produktif, belum optimalnya peran dan inovasi dalam menjalankan tugas, tantangan dan strategi maupun sistem yang dihadapi dalam manajemen otonomi daerah yang mengandung peranan budaya organisasi dalam meningkatkan kinerja pegawai dengan desain yang kompetitif dalam memotivasi kompetensi yang handal perlu ditingkatkan.

Disiplin kerja dapat dikembangkan melalui suatu latihan dengan bekerja menghargai waktu, tenaga, biaya dalam perstpektif manajemen. Peningkatan displin berarti pola manajemen yang menanggapi pelanggaran pertama dalam memberikan tindakan minimal seperti peringatan lisan, tetapi untuk pelanggaran terus menerus dengan hukuman yang lebih berat, seperti pemberhentian sementara sampai pemecatan. Handoko (2001: 208) menjelaskan bahwa “Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar organisational. Tujuan utama dari sisi manajemen strategis adaah untuk menyelesaikan permasalahan lebih dini serta menghindari tuntutan akhir pemecatan atau pemberhentikan“. Kinerja, disiplin merupakan dua pilar utama yang harus dimiliki oleh semua pegawai, baik pada instansi pemerintah maupun swasta. Dalam posisi ini pola kepemimpinan kepala dinas diharapkan mampu mendorong, membina, dan mengembangkan disiplin dan peroduktivitas kerja para karyawannya. Sehingga didapat lingkungan kerja yang kondustif dan tujuan organisasi dapat dicapai secara lebih baik.

Disiplin dan produktifitas kerja pegawai sampai saat ini masih merupakan permasalahan yang mewarnai kinerja pegawai, baik pada lingkungan pemerintah maupun swasta. Disiplin kerja pegawai lebih cenderung pada sikap mental untuk senantiasa memiliki loyalitas dan komitmen dalam menjalankan tugas, sesuai dengan mekanisme dan prosedur kerja yang telah ditentukan, sementara ferformance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja / unjuk kerja / penampilan kerja (L.AN, 1992 : 31). Disiplin kerja sangat erat kaitannya dengan motivasi kerja, disiplin kerja dapat dikembangkan melalui suatu latihan antara lain dengan bekerja menghargai waktu, tenaga, biaya dalam perspektif manajemen. Peningkatan disiplin berarti pola manajemen yang menanggapi pelanggaran pertama dengan memberikan tindakan minimal, seperti peringatan lisan, tetapi untuk pelanggaran terus menerus dengan hukuman yang lebih berat, seperti pemberhentian sementara sampai pemecatan. Tujuan utama dari peningkatan disiplin dari sisi manajemen strategis adalah untuk menyelesaikan permasalahan lebih dini serta menghindari tuntutan akhir pemecatan atau pemberhentian. Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah umum penelitian ini adalah : Bagaimana upaya peningkatan disiplin pegawai di lingkungan dinas diknaspora kabupaten Lebong.

Rumusan masalah khusus dari penelitian ini yaitu :
1). Apakah pemahaman tentang aturan-aturan / norma-norma terhadap disiplin dilingkungan dinas diknaspora Kabupaten Lebong sudah disosialisasikan terlebih dahulu ?, 2). Bagaimana kebijakan disiplin diamankan oleh pegawai diknaspora ?, 3). Apakah sistem reward dan sanksi sudah diberlakukan dalam upaya peningkatan disiplin kerja pegawai ?, 4). Apakah faktor penghambat dan pendukung dalam upaya peningkatan disiplin kerja pegawai ?, 5). Apakah usaha dalam mengatasi faktor penghambat tentang peningkatan disiplin kerja pegawai ? Tujuan umum dari penelitian ini adalah : Mendiskripsikan upaya peningkatan disiplin pegawai di dinas diknaspora kabupaten Lebong. Untuk mencapai tujuan penelitian ini secara khusus upaya yang dilakukan sebagai berikut : a). Mendiskripsikan pemahaman tentang aturan –aturan /norma –norma terhadap disiplin di lingkungan dinas diknaspora sudah disosialisasikan lebih dahulu, b). Mendiskripsikan tentang kebijakan disiplin terhadap semua pegawai di dinas diknaspora, c). Mendiskripsikan tentang sanksi dan reward yang diberlakukan dalam upaya peningkatan dalam upaya peningkatan disiplin kerja pegawai di lingkungan dinas diknaspora, d). Mendiskripsikan faktor penghambat dan pendukung dalam upaya peningkatan disiplin pegawai, e). Mendiskripsikan usaha –usaha yang dilakukan dalam mengatasi faktor penghambat tentang peningkatan disiplin pegawai.

B. METODE
Penelitian menggunakan metode “Descriptive Qualitative” yang bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan disiplin pegawai dilingkungan dinas diknaspora abupaten Lebong. Sifat data yang dikumpulkan bercorak apa adanya sesuai dengan temuan penelitian. Menurut Suryabrata (2003; 76) penelitian deskriftif adalah penelitian yang bermaksud membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian dan menerangkan saling hubungan antara data satu dengan yang lainnya. Selanjutnya Danim (2002; 61) mengatakan bahwa penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar bukan angka-angka. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai penunjang, data yang diperoleh meliputi transkip interview, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi dan lain-lain. Menurut Muhadjir (2002; 148) berpendapat bahwa sifat naturalistik lebih memilih metode deskriptif dari pada kuantitatif, karena lebih mampu mengungkapkan realitas ganda, lebih mengungkap hubungan wajar antara peneliti dengan responden, lebih sensitif dan adaptif terhadap peran berbagai pengaruh timbal balik.

Untuk mendapatkan data penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan cara 1). Wawancara yang mendalam, 2). Observasi, 3). Studi di lapangan, 4). dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada responden dalam pengambilan data. Danim (2002; 138), mengatakan bahwa wawancara ada dua jenis, yaitu wawancara relative berstruktur dan wawancara bebas, wawancara relatif berstruktur adalah wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang disertai alternatif jawabannya. Sedangkan wawancara tidak berstruktur identik dengan wawancara bebas.

2. Observasi partisipatif
Dalam penelitian deskriptif – eksplorasi, peneliti cukup meneliti apa adanya tentang apa yang kita teliti. Menurut Subagyo, (1999; 61), jika peneliti bersifat partisipasi sebagai (partical participation) maka observasi hanya mengambil sebagian yang dianggap perlu untuk dilakukan pengamatan. Selanjutnya menurut Danim (2002; 60) salah satu aspek yang di observasi adalah keperilakuan seperti gaya kepemimpinan Kepala dinas dalam memberikan pembinaan dan interaksi antara pimpinan dengan bawahannya.

3. Catatan data penelitian lapangan
Menurut Danim (2002; 16), peneliti kualitatif tidak cukup sebagai mencatat apa adanya atas femomena, gejala, atau kondisi yang dilihat atau dirasakannya. Diperlukan ketajaman untuk bercari data karena setiap fenomena atau peristiwa bias menjadi data apabila dilihat dari sudut pandang tertentu, disertai dengan ketajaman pemikiran dan panca indra dari seseorang peneliti kualitatif.

4. Studi dokumentasi
Dokumentasi dalam hal ini berbentuk tulisan atau catatan berupa laporan, arsip, ataupun catatan materi lain yang berhubungan dengan pembinaan pegawai baik yang ada di lingkungan dinas diknaspora maupun yang ada di sekolah tempat tugas guru masing–masing. Dokumen–dokumen tersebut tidak disiapkan secara khusus untuk merespon permintaan peneliti.

Selanjutnya analisis selama pengumpulan data menurut Miles dan Huberman dalam Muhadjir (2000; 45), mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : 1) meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi dilokasi penelitian. Peneliti perlu mencatat sekaligus mengklasifikasikan dan mengedit jawaban atau situasi sebagaimana adanya, faktual atau objektif-deskriptif. 2). membuat catatan reflektif. Menuliskan apa yang diterangkan dan terpikir oleh peneliti dengan sangkut pautnya dengan objektif diatas. Mengadakan pemilihan dan pemberian kode yang berbeda antara catatan objektif dengan catatan reflektif. 3) membuat catatan marginal. Miles dan Huberman memisahkan komentar peneliti mengenai subtansial dimasukan didalam catatan marginal. 4) penyimpanan data.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Untuk mengetahui upaya dalam peningkatan disiplin pegawai di lingkungan dinas diknaspora kab. Lebong, pada dasarnya meliputi data tentang kemampuan pimpinan dalam melaksanakan fungsi-fungsi kemampuannya, selain itu antara lain fungsi intruksi, fungsi konsultasi, fungsi pastisipasi, fungsi delegasi dan fungsi pengendalian. Data disiplin kerja pegawai antara lain meliputi data tentang sikap, kepatuhan pegawai tentang sikap, kepatuhan pegawai terhadap ketentuan waktu kerja, kepatuhan tentang mengikuti mekanisme dan prosedur kerja, kepatuhan dalam melaksanakan instruksi atasan, kesediaan dalam melaksanakan instruksi atasan, kesediaan dalam melaksanakan tugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tuga tersebut, serta kepatuhan terhadap semua prasarana kepegawaian lainnya.

Data kinerja pegawai pada dasarnya meliputi data tentang kemandirian bahwa dalam melaksanakan tugasnya, pelaksanaan tugas, standarisasi kerja, efisiensi dan efektivitas kerja, kontribusi pegawai dalam pencapaian kinerja dinas diknaspora kab. Lebong. Untuk mendapatkan data yang diperlukan terasebut diambil sampel sebanyak dari 7 orang pegawai dinas diknaspora kab. Lebong perolehan data dilakukan melalui wawancara kepada responden, yang dipilih secara simple. Data yang diperoleh tersebut seterusnya diolah atau wawancara langsung kepada responden. Diskripsi data dimaksudkan untuk mengetahui gambaran umum data hasil penelitian tersebut, sehingga dengan menggunakan wawancara dapat diketahui kualitas data sebagai bahan analisis dalam penelitian ini

a. Visi
“Terwujudnya pendidikan yang bermutu, beriman dan taqwa, dengan meningkatkan pemerataan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta peningkatan tata kelola pelayanan pendidikan”

b. Misi
Dalam mewujudkan tujuan dimaksud dijabarkan data sasaran dan kebijakan serta program kegiatan untuk tahun 2007 dinas pendidikan melaksanakan 16 program yang dijabarkan lagi dengan 81 kegiatan, program dimaksud diantaranya yaitu : a). PAUD,
b). Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, c). Pendidikan menengah, d). Pendidikan non formal, e). Peningkatan mutu pendidikan dan tenaga pendidik, f). Upaya kesehatan, g). Perbaikan gizi, h). Peningkatan peranserta kepemudaan, i). Pembinaan dan pemasyarakatan masyarakat, j). Pengembangan wawasan kebangsaan.


D. PEMBAHASAN
a. Aturan-aturan/norma-norma tentang peningkatan disiplin pegawai

Dinas diknaspora kabupaten Lebong sebenarnya telah memiliki aturan-aturan/norma-norma dalam peningkatan disiplin pegawai, aturan-aturan/norma-norma ini dibuat secara bersama-sama dalam artian tidak hanya ditetapkan oleh seorang kepala dinas saja tetapi juga di ramu atau dirancang oleh seluruh para pejabat eselon terutama eselon III tentunya yang ada di diknas kepala dinas, kabag tu, kemudian korwas. Selain itu juga bahwa kewajiban dari seorang pegawai tersebut sudah diatur oleh Undang-Undang No. 30 tentang disiplin PNS. Berarti di sini bahwa aturan-aturan atau norma-norma tentang disiplin itu sebenarnya telah ada namun kembali lagi kepada para individu-individu nya masing-masing untuk menegakkan disiplin tersebut.

Disiplin kerja merupakan suatu perilaku yang terukur, ini berkaitan erat dengan bagaimana individu atau kelompok melaksanakan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya dan mentaati aturan yang telah ditentukan. Pada hakikatnya disiplin merupakan seperangkat aturan yang harus ditaati dalam setiap bentuk organisasi. Dalam PP. No.30 Tahun 1980 diungkapkan bahwa “Peraturan disiplin pegawai negeri sipil (PNS) adalah aturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanki-sanksinya apabila kewajiban tidak ditaati/larangan dilanggar PNS. Langgaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan/perbuatan PNS yang melanggar ketentuan peraturan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun diluar jam kerja”. Budiningsi (2004:11) mengemukakan disiplin kerja pada hakikatnya merupakan kemampuan mengendalikan diri dalam bentuk tidak melakukan sesuatu tindakan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan peraturan yang telah ditetapkan. Menurut Handoko (2001:208), disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional.

b. Pemahaman karyawan terhadap disiplin kepegawaian pada dinas diknaspora kabupaten Lebong

Pemahaman pegawai dinas diknaspora tentang disiplin berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa para karyawan sebenarnya telah memahami dan mengerti dengan aturan-aturan yang berlaku di dinas diknaspora kabupaten Lebong lewat sosialisasi yang dilakukan oleh pimpinan tentang keberadaan peraturan-peraturan tersebut, namun kenyataannya masih ada beberapa pegawai yang tidak mengindahkan peraturan-peraturan ini dalam artian masih ada pegawai yang melanggar aturan tersebut, misalnya dalam hal kehadiran, absent, apel pagi, apel siang, keluar kantor atau bolos dan sebagainya. Sehingga dengan adanya hal ini otomatis akan mempengaruhi hasil kerja atau kinerja dari para pegawai itu sendiri dan akhirnya hal ini akan berdampak terhadap kinerja dari dinas diknaspora khususnya.
Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 10 tahun 1979 tentang penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil dijelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pendapat lain dikemukan oleh Simamora (1997:23) kinerja pegawai (employee performance ) adalah tingkatan dimana para pegawai mampu mencapai persyaratan pekerjaan. Kinerja pegawai adalah prestasi seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut standar ukuran yang berlaku pada pekerjaannya, Didalam situasi kerja bisa terjadi perbedaan kinerja seseorang dengan orang lain. Lebih lanjut Maier dalam As’ad (1999:98) mengatakan perbedaan kinerja tersebut terjadi karena perbedaan karakteristik dari seseorang seperti perbedaan kemampuan.

c. Sistem reward dan sanksi yang diberlakukan dalam upaya peningkatan disiplin kerja pegawai dilingkungan dinas diknaspora kabupaten lebong baik yang melanggar disiplin maupun yang berprestasi

Sistem reward dan sanksi sangat diperlukan dapat meningkatkan disiplin kerja para pegawai. Pada dinas diknaspora kabupaten Lebong sistem sanksi dan reward ini sudah diterapkan oleh pimpinan, sistem sanksi adalah sistem yang diberlakukan kepada para pegawai yang tidak menjalankan peraturan atau melanggar peraturan-peraturan yang ada. Bentuk sanksi tersebut berupa teguran atau peringatan. Teguran tersebut bisa tidak tertulis dan bisa juga tertulis, bentuk tertulis misalnya dengan memberikan teguran kepada para pegawai yang melanggar aturan tersebut sebanyak tiga kali dan jika masih juga maka diberikan teguran secara tertulis sebanyak tiga kali kepada pegawai tersebut selain itu juga pimpinan dapat memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pegawai yang bermasalah tersebut.

Di sini fungsi dari seorang pimpinan sangat diperlukan dalam menghadapi pegawai yang memiliki permasalahan tersebut, hal ini sejalan dengan pendapat Rivai menjelaskan, secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan yaitu :
a) Fungsi instruktif
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menutup apa, bagaimana.dan di mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar meau melaksanakan perintah.
b) Fungsi konsultatif
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya bekonsutasi dengan orang-orang yang dipimpinya yang nilai mempunyai berbagai bahan informasi dari pimpinan pada orang-ornag yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksutkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjelaskan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapatkan dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

c) Fungsi partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semuanya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

d) Fungsi delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki prinsip, persepsi dan aspirasi.

e) Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama ecara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

d. Faktor penghambat dan faktor pendukung dalam upaya peningkatan disiplin kerja pegawai di lingkungan kantor dinas diknaspora kabupaten Lebong
Faktor penghambat dalam upaya peningkatan disiplin pada dinas diknaspora Kabupaten Lebong ini antara lain: karena kurangnya sarana prasarana yang memadai khususnya penyediaan listrik, pam, juga yang lebih penting adalah individu itu sendiri dalam melaksanakan semua aturan-aturan yang berlaku terkadang tidak mengindahkan peraturan tersebut. Untuk itu hendaknya kepada para pegawai untuk dapat meningkatkan lagi disiplin tersebut dengan cara mencari solusi yang dapat mengatasi penghambat dalam peningkatan disiplin kerja pegawai. Sedangkan faktor pendukung adalah terdapat beberapa pegawai yang memilik motivasi yang tinggi dan juga ingin berprestasi.
Hasil wawancara peneliti dengan bapak kepala diknas kabupaten Lebong “apa saja faktor penghambat dan faktor pendukung dalam upaya peningkatan disiplin kerja pegawai di lingkungan kantor dinas diknaspora Kabupaten Lebong?” hasil jawaban kepala dinas diknaspora kabupaten Lebong tentang faktor kendala yang ditemui antara lain:
a) tinggi tingkat kemangkiran (absensi) pegawai. b) tingginya tingkat keterlambatan saat masuk kantor atau pulang lebih awal dari yang sudah ditentukan. c) para pegawai tidak mempunyai semangat dan gairah kerja. d) berkembangnya rasa tidak puas, saling curiga dan saling melemparkan tanggung jawab. e) tidak tercapainya penyelesaian pekerjaan tepat waktu, karena pegawai lebih banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. f) tidak terlaksananya supervisi dan pengawasan dari atasan. g) sering terjadinya konflik antar pegawai.
Unsur-unsur yang berfungsi menumbuhkan dan memelihara peningkatan disiplin Moenir (1987) adalah : kesadaran, keteladanan dan ketegasan sanksi atas peraturan. Selanjutnya kesadaran merupakan unsur utama sedangkan keteladanan dan ketegasan peraturan unsur penguat. Keteladanan dan ketegasan peraturan tidak akan bertahan lama apabila tidak didasarkan atas kesadaran. Secara umum tidak, tetapi dalam kasus-kasus tertentu masih sering terjadi kurang kedisiplinan ini pertama penyebabnya memang dari faktor individunya.

e. Cara mengatasi faktor penghambat dalam peningkatan disiplin kerja pegawai di lingkungan dinas diknaspora kabupaten Lebong

Salah satu cara mengatasi faktor penghambat dalam peningkatan disiplin kerja pegawai di lingkungan dinas diknaspora kabupaten Lebong adalah pendekatan yang dilakukan oleh seorang pimpinan, dimana pimpinan dapat menjelankan fungsi kepemimpinannya agar para pegawai tidak lagi melanggar aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang telah dibuat dan disepakati. Selan itu juga hendaknya para pegawai dapat meningkatkan lagi disiplinnya dengan tujuan memperoleh prestasi yang lebih tinggi lagi di kantor. Usaha dalam mengatasi ketidak disiplinan pegawai tersebut dapat dilakukan oleh pimpinan dengan menjalankan fungsi kepemimpinannya. Disiplin dan produktivitas kerja pegawai merupakan sebagian dari indikator prilaku pegawai yang positif sebagaimana yang dikehendaki dalam kepemimpinan suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut, berfungsi tidaknya seorang pemimpin sangat menentukan dalam meningkatkan keberhasilan suatu organisasi pada masa mendatang, untuk hal itu, Kartono (2000:81) menyatakan tentang fungsi kepemimpinan sebagai berikut:

Fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, memberi, atau membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa peran pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Peranan kepemimpinan dalam menanamkan kedisiplinan bagi para pegawainya bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan akan terjadi dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan keterampilan dan kemampuan serta komitmen kerja yang tinggi dari seorang pemimpin. Dari sudut pandang kelembagaan upaya untuk menanamkan disiplin para pegawai dikenal dengan istilah “disiplinisasi” yaitu keadaan lingkungan kerja yang tertib berdaya guna, dan berhasil guna melalui sistem pengaturan yang tepat. Hal tersebut, sejalan sebagaimana yang disampaikan oleh Moenir (1992:181), bahwa kondisi disiplin kerja pegawai tidak langsung tercipta begitu saja, melainkan harus ada kemauan dan usaha semua pihak terutama pihak pimpinan.

E. SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan peneliti ini adalah : Simpulan umum, dari penelitian ini adalah upaya peningkatan disiplin pegawai dinas diknaspora Kabupaten Lebong belum berjalan optimal sebagaimana yang diharapkan. Dinas diknaspora Kabupaten Lebong sudah memiliki aturan-aturan/norma-norma dalam peningkatan disiplin pegawai, aturan-aturan/norma-norma ini dibuat secara bersama-sama dalam artian tidak hanya ditetapkan oleh seorang kepala dinas saja tetapi juga di ramu atau dirancang oleh seluruh para pejabat eselon terutama eselon III tentunya yang ada di diknas kepala dinas, kabag tata usaha, kemudian korwas. Selain itu juga bahwa kewajiban dari seorang pegawai tersebut sudah diatur oleh undang-undang no. 30 tentang disiplin PNS.

Pemahaman pegawai dinas diknaspora tentang disiplin berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bahwa para karyawan sebenarnya telah memahami dan mengerti dengan aturan-aturan yang berlaku di dinas diknaspora kabupaten Lebong lewat sosialisasi yang dilakukan oleh pimpinan tentang keberadaan peraturan-peraturan tersebut, namun kenyataannya masih ada beberapa pegawai yang tidak mengindahkan peraturan-peraturan ini dalam artian masih ada pegawai yang melanggar aturan tersebut. Sistem sanksi dan reward sangat diperlukan dapat meningkatkan disiplin kerja para pegawai. Pada dinas diknaspora kabupaten Lebong sistem sanksi dan reward ini sudah diterapkan oleh pimpinan, sistem sanksi adalah sistem yang diberlakukan kepada para pegawai yang tidak menjalankan peraturan atau melanggar peraturan-peraturan yang ada. Bentuk sanksi tersebut berupa teguran atau peringatan. Teguran tersebut bisa tidak tertulis dan bisa juga tertulis, bentuk tertulis misalnya dengan memberikan teguran kepada para pegawai yang melanggar aturan tersebut sebanyak tiga kali dan jika masih juga maka diberikan teguran secara tertulis sebanyak tiga kali kepada pegawai tersebut selain itu juga pimpinan dapat memberikan bimbingan dan pembinaan kepada pegawai yang bermasalah tersebut.

Faktor penghambat dalam upaya peningkatan disiplin pada dinas diknaspora kabupaten Lebong ini antara lain: karena kurangnya sarana prasarana yang memadai khususnya penyediaan listrik, pam, dan juga yang lebih penting adalah individu itu sendiri dalam melaksanakan semua aturan-aturan yang berlaku terkadang tidak mengindahkan peraturan tersebut. Untuk itu hendaknya kepada para pegawai untuk dapat meningkatkan lagi disiplin tersebut dengan cara mencari solusi yang dapat mengatasi penghambat dalam peningkatan disiplin kerja pegawai. Sedangkan faktor pendukung adalah terdapat beberapa pegawai yang memilik motivasi yang tinggi dan juga ingin berprestasi.
Salah satu cara mengatasi faktor penghambat dalam peningkatan disiplin kerja pegawai di lingkungan dinas diknaspora kabupaten Lebong adalah dengan pendekatan yang dilakukan oleh seorang pimpinan, dimana pimpinan tadi dapat menjalankan fungsi kepemimpinannya agar para pegawai tidak lagi melanggar aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang telah dibuat dan disepakati. Selan itu juga hendaknya para pegawai dapat meningkatkan lagi disiplinnya dengan tujuan memperoleh prestasi yang lebih tinggi lagi di kantor. Usaha dalam mengatasi ketidak disiplinan pegawai tersebut dapat dilakukan oleh pimpinan dengan menjalankan fungsi kepemimpinannya.

Saran
1. Kepada para pegawai dinas diknaspora kabupaten Lebong untuk dapat meningkatkan lagi disiplinnya, dalam hal yang berkaitan dengan melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu, datang tepat waktu, mengikuti apel pagi dan siang, dan tidak pergi keluar atau bolos pada jam kerja. Karena jika para pegawai tersebut dapat lebih meningkatkan lagi disiplinnya maka hasil kerja atau prestasi kerjanya akan dapat ditingkatkan lagi dan akhirnya ini akan bermuara pada peningkatan prestasi kerja dinas diknaspora kabupaten Lebong.
2. Kepada kepala dinas diknaspora untuk dapat memperhatikan masalah ini dengan cara mencari solusi tentang fasilitas yang tidak memadai tersebut, juga memberikan pelatihan-pelatihan kepada para pegawai agar dapat lebih lagi meningkatkan disiplin kerjanya masing-masing.
3. Kepada PEMDA kabupaten Lebong untuk dapat bekerja sama guna mencapai tujuan bersama.


DAFTAR PUSTAKA

Amriel, Reza Indragiri. 2005. Menyingkapi Rendahnya Kinerja Pegawai. Jakarta : Tempo.
Arikunto, Suharsimi. 2000. Manejemen Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Depdiknas. 2006. Pedoman Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Oleh Perguruan Tinggi. Edisi VII. Jakarta : Ditjen Dikti.
Fattah, Nanag. 2003. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT. Rosda.
Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Bumi.
Hidayat, Setia. 2005. Kinerja Pegawai Negeri Belum Efektif dan Efisien. Bandung : Pikiran Rakyat.
Nasution, S. dan Thomas, M. 1998. Buku Penuntun Membuat Tesis. Skripsi, Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara.
Muzakkar. 2007. Hubungan Antara Pelaksanaan Fungsi Kepemimpinan Kepala Dinas dan Disiplin Kerja Pegawai dengan Kinerja Pegawai di Dinas Pendidikan Kabupaten Lahat. Bengkulu : Universitas Bengkulu.
Nasution, S. 1996. Metodelogi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Jakarta : Tarsito.
Sasongko, Rambat Nur dan Dkk. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bengkulu : Universitas Bengkulu.
Universitas Negeri Jakarta. 2004. Buku Penuntun Membuat Tesis dan Disertasi. Jakarta : Program Pascasarjana UNJ.